Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Headline News

Hak Angket, KPK : DPR Salah Sasaran

1
×

Hak Angket, KPK : DPR Salah Sasaran

Sebarkan artikel ini

Jakarta, PostKeadilan – Terkait Hak Angket yang telah diputuskan DPR baru-baru ini, juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah menyatakan KPK bukan menjadi objek dari hak angket DPR. Hal ini jelas termaktub pada pasal 79 ayat (3) beserta penjelasannya.

“Kalau pasal 79 UU 17/2014, hak angket memang merupakan salah satu hak dari DPR. Namun ditegaskan di ayat (3), bahwa hak penyelidikan tersebut dilakukan terhadap pelaksanaan UU dan/atau kebijakan pemerintah,” kata dia, Senin (1/5).

Febri melanjutkan, pada bagian penjelasan pasal 79 ayat (3) tersebut, disebutkan bahwa pelaksanaan undang-undang ataupun kebijakan pemerintah, yaitu dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan oleh presiden, wakil presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian.

“Dari uraian itu tentu KPK tidak termasuk,” ujar dia. Apalagi saat ini yang dilakukan KPK adalah proses hukum, yaitu persidangan dan penyidikan kasus korupsi KTP-El.

Penyidikan tersebut yakni untuk tersangka Andi Narogong sebagai pengusaha rekanan Kemendagri. Selain Andi, tersangka lainnya dalam kasus proyek KTP-El adalah mantan anggota komisi II DPR RI Miryam S. Haryani.

Miryam menjadi tersangka kasus pemberian keterangan palsu dalam sidang KTP-El beberapa waktu lalu. Kini dia adalah anggota komisi V DPR dari Fraksi Partai Hanura.

“Saat ini KPK juga tengah dalam penyidikan indikasi keterangan tidak benar dalam sidang KTP-El. Bahkan subjek yang sedang ditangani KPK adalah MSH yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka,” pungkas Febri.
Di tempat terpisah, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Hanura, Dossy Iskandar Prasetyo menilai KPK adalah lembaga yang termasuk ke dalam bagian pemerintah. Sebab, KPK didirikan hanya untuk mengganti posisi kejakasaan dan kepolisian untuk melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus korupsi.

Dossy menjelaskan, Undang-Undang Dasar 1945 membagi dua macam kekuasaan, yakni kekuasaan pemerintahan negara dan kekuasaan kehakiman. Lembaga antirasuah, KPK, tentu tidak menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman. Sebab, kekuasaan tersebut hanya meliputi Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi.

“KPK di mana? KPK menggantikan posisi jaksa dan polisi sebagai penyidik dan penuntut umum yang dianggap fungsinya tidak maksimal untuk melawan extraordinary crime. Lalu lahir KPK. Berarti, KPK jadi bagian kekuasaan penyelenggara negara. Karena bagian dari itu, ya bisa (dijadikan objek hak angket DPR),” ujar dia dilansir Republika, Senin (1/5).

Dossy juga menyadari DPR memang tidak bisa menyentuh ranah proses penyidikan hukum yang tengah dilakukan KPK dalam mengusut kasus korupsi KTP elektronik. Karena itu, DPR melalui hak angket itu meminta KPK membuka hanya rekaman pemeriksaan yang penyebutan bahwa anggota komisi III DPR menekan Miryam.

“Yang kita minta, khusus kata-kata Miryam yang mengatakan ditekan (anggota komisi III DPR). Itu saja, yang lain enggak usah. Kan KPK independen. DPR enggak berhak buka itu. Kita tahu ranah kita di mana, kita enggak boleh campuri. Jadi enggak ada intervensi,” bebernya.

Menurut Dossy, kalau memang sesuai dengan standar prosedurnya, KPK cukup menjawabnya di dalam proses angket tersebut. Kalau dugaan DPR tidak terbukti, artinya KPK sudah melakukan tugasnya sesuai prosedur. “Kan katanya itu bagian dari proses penyidikan, berarti ada BAP-kan. Kalau enggak ada di BAP, jawab saja tidak ada di BAP. Misal adanya di rekaman lain, jawab saja seperti itu,” kata dia.

Dossy juga mengatakan, DPR ingin agar jangan sampai ada proses peradilan yang sesat. Dalam kondisi ini, DPR khususnya komisi III ingin mengingatkan KPK agar tetap bekerja sesuai standar prosedur semestinya. DPR melalui angket itu juga ingin agar dugaan-dugaan fitnah terhadap DPR itu tidak ikut menjadi bagian dari penyidikan sehingga memengaruhi putusan hakim.

“Itu yang nanti kita dalami. Ini bisa menjadi preseden buruk kalau tidak bisa membuktikan di peradilan, kemudian nanti dicarikan jalan-jalan apa saja yang penting orang dibawa ke sana harus salah, kan gak begitu,” putusnya. R0-1/BS

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.