Kab. Bekasi, PostKeadilan – Berdasarkan analisis dari pertanggungjawaban laporan keuangan yang diperiksa BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Propinsi Jawa Barat dan investigasi lapangan, Nasional Coruption Watch (NCW) menemukan adanya kejanggalan serta fakta lapangan yang diduga fiktif dalam penggunaan Dana Desa Mekarsari kecamatan Tambun Selatan.
Pada temuan ini, Ketua NCW, Herman P.S, S.Pd mensinyalir Kepala Desa Mekarsari, Hj. Linda Ekawati dan kroninya lakukan tindakan jahat dugaan Korupsi Dana Desa Tahun Anggaran 2024.
Berikut Analisis Dugaan Korupsi Dana Desa Mekarsari (TA 2024 & 2025) versi NCW.
1. Peternakan: Rp 249.904.000 dan Pertanian: Rp 140.096.000.
Potensi masalah: unit 100 tidak jelas spesifikasi barangnya. Apakah alat produksi, kandang, atau hewan ternak? Harga terlalu rendah jika benar ada ternak ayam & ikan. Bisa jadi mark up atau barang fiktif.
Dan berdasarkan letak geografis Desa Mekarsari, sudah tidak ada ditemukan persawahan. Demikian dengan peternakan, warga yang dikonfirmasi malah kaget dan tidak mengetahui tempat giat peternakan yang dimaksud.
2. Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa
Rp 243.000.000 (1.355 KK) + Rp 243.000.000 (135 KK)
Ada kejanggalan: jumlah penerima tidak sinkron (1.355 KK vs 135 KK). Perbedaan angka besar menimbulkan indikasi manipulasi data penerima.
3. Bank Sampah (Rp 45.600.000). Rawan fiktif, sering hanya berupa papan nama/tenda kecil. Investigasi di lapangan, tidak diketahui letak/posisi Bank sampah yang dimaksud.
4. Posyandu (Rp 201.474.000 + Rp 131.200.000 + Rp 126.733.000). Total Rp 459.407.000 (23,5% dari DD). Angka terlalu besar untuk Posyandu desa. Rawan mark up belanja operasional & makanan tambahan. Bisa jadi overlap kegiatan.
5. Pamsimas (Air Bersih Rp 74.870.000). Terlalu rendah untuk pembangunan pipanisasi, kemungkinan asal klaim.
6. BUMDes (Rp 180.000.000). Penyertaan modal besar, tapi tidak jelas usaha berjalan atau hanya simpanan di rekening. Potensi uang diparkir untuk kepentingan elit desa.
7. Rehab Kantor Desa (Rp 94.650.000). Anggaran rawan penggelembungan biaya (harga material/jasa). Investigasi di lapangan, cat pagar tembok kantor desa pada terkelupas dan tidak tampak adanya giat rehab.
“Mengacu pada Pasal 3 dan 8 UU Tipikor: penyalahgunaan kewenangan dan kerugian negara. Dan Pasal 2 UU Tipikor, memperkaya diri/orang lain secara melawan hukum serta Permendagri 20/2018: setiap penggunaan Dana Desa wajib dilengkapi bukti fisik, RAB, dan SPJ. Kami akan ajukan Surat Klarifikasi terlebih dahulu untuk melengkapi surat laporan resmi,” kata Herman, Selasa (7/10/2025).
Tempat terpisah, awak media coba konfirmasi Linda, ternyata nomor terblokir. Dikunjungi di Kantornya, Selasa (7/10/2025) siang, ternyata Kantor Desa tutup. Terlihat pagar pintu masuk Kantor Desa terkunci.
Hingga berita dilansir, Linda tidak (belum) juga dapat dikonfirmasi.
Kembali ke Herman menanggapi, jika pembuktian lapangan tidak sesuai (fisik bangunan/alat tidak ada), maka masuk kategori kerugian negara.
Pihaknya juga akan merekomendasi Tindak Lanjut:
1. Audit investigatif oleh Inspektorat dan BPKP.
2. Cek fisik lapangan: RTLH, Posyandu, Pamsimas, Bank Sampah.
3. Cocokkan data penerima BLT dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
4. Telusuri BUMDes: apakah modal dipakai usaha atau hanya mengendap.
“Sementara Kesimpulan:
Penggunaan Dana Desa Mekarsari TA 2024 menunjukkan indikasi kuat adanya potensi korupsi berupa mark up, kegiatan fiktif, manipulasi data penerima, serta penyalahgunaan penyertaan modal BUMDes. Inilah yang kita kawatir ketika tidak ada pengawasan ketat, kerugian negara bisa mencapai ratusan juta rupiah,” pungkasnya. Bersambung.. (Tim)











