Tobasa, PostKeadilan – Ditenggarai kasus cabul, kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur terjadi di Kabupaten Toba Samosir (TOBASA). Nasib tak baik itu menimpa NY (14) anak warga Laguboti, Kabupaten TOBASA, Sumatera Utara, remaja putus sekolah yang ditinggal ibunya bekerja ke luar negeri sebagai TKW.
Menurut informasi yang dihimpun Tim Investigasi dan Advokasi Cepat Komnas Perlindungan Anak wilayah kerja Balige, NY dilecehkan secara seksual berulang yang diduga dilakukan oleh salah seorang calon Kepala Desa inisial TP (53) di desanya. Dalam melakukan aksi bejadnya itu, terduga pelaku TP melakukan serangkaian bujuk rayu, tipu muslihat, janji-janji, intimidasi serta pemaksaan dengan ancaman kekerasan untuk melakukan persetubuan.
Menurut pengakuan korban, aksi bejad pelaku dilakukan dirumah korban saat kedua orangtua korban bekerja dan tidak berada di rumah. Kejahatan Seksual yang dilakukan TP secara sadar dan berulang terhadap korban sudah berlangsung 12 kali. Setiap kali usai melampiaskan nafsu bejatnya itu, pelaku selalu memberikan uang kepada korban dan adik korban sebesar Rp.2.000,- diikuti dengan ancam untuk tidak memberitahukan kepada siapapun termasuk kepada orangtuanya.
Disamping itu, setiap pelaku hendak melampiaskan nafsu bejadnya itu, korban selalu dipaksa dan dijanjikan dibebaskan untuk tidak membayar ongkos (sewa) rumah. (Korban dan keluarganya menyewa rumah pelaku-red).
“Tulang itu, bilang gini, kalau aku mau bermain cinta dengan Tulang itu, kami tidak perlu lagi bayar sewa rumah, itulah kata Tulang itu,” kata NY sambil mengusap air matanya. Janji-janji dan bujuk rayu itu dibenarkan T (12) adik korban. “Ia, Tulang itu ngomong gitu”, jelas T dirumahnya.
Tidak tahan atas perlakuan TP, akhirnya Korban dan adik korban memberitahukan peristiwa itu kepada kedua orangtuanya. Sontak mendengar peristiwa yang memalukan itu, kemudian ibu korban S (32) bergegas melaporkan peristiwa peristiwa ini ke Polres Tobasa.
“Laporannya saat ini sedang di proses,” demikian disampaikan ibu Korban kepada Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak dirumahnya. Bersesuaian dengan ketentuan pasal 82 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU RI Nomor : 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU Nomor : 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dan pasal 292 KUH Pidana, Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menilai bahwa perbuatan TP telah memenuhi unsur pidana. “Dengan demikan Polres TOBASA tidak perlu ragu untuk menangkap dan menahan pelaku dan menjerat pelaku dengan ancaman pidana pokoknya minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Bahkan seumur hidup serta dimungkinkan juga dikenakan hukuman tambahan berupa kebiri “kastrasi” lewat suntik kimia yang akan dilakukan setelah menjalani pidana pokoknya,” terang Arist Merdeka Sirait usai audensi dengan Kapolres Tobasa, AKBP Agus Waluyo.
Demi keadilan dan kepastian hukum Tim Investigasi dan Advokasi Cepat KOMNAS Perlindungan akan mengawal proses penegakan hukumnya dan akan terus berkoordinasi dengan Polres TOBASA (Unit PPA-red) dan aparatur penegak hukum lainnya seperti JPU dan Ketua Pengadilan Negri di Balige. Atas peristiwa kejahatan seksual yang terjadi di “Bonapasogit” Toba Samosir, sudah saatnyalah semua pihak dan unsur di TOBASA, tokoh agama dan adat, Gereja, Alim Ulama, tokoh pemuda, organisasi sosial kemasyarakatan, media serta anggota Dewan dan pemerintah untuk tidak saling menunggu dan menyalahkan.
“Namun hendaknya lah saling bahu membahu untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak. Karena fakta dan data menunjukkan kejahatan seksual terus saja meningkat sehingga TOBASA sudah berada pada situasi dan tingkatan Darurat Kekerasan Seksual Terhadap anak,” ungkap Arist. Situasi ini telah terbukti bahwa hampir 52% kasus anak yang dilaporkan ke Polres Tobasa didominasi oleh kasus pencabulan dan atau kekerasan seksual terhadap anak.
“Beruntunglah Polres Tobasa selalu cepat dan tanggap setiapkali ada laporan atas peristiwa kejahatan terhadap anak di wilayah hukum Tobasa,” imbuhnya. Dengan demikian sudah selayaknyalah Polres TOBASA mendapat penghargaan dan apreasi atas kinerjanya dalam memberikan respon cepat dalam penanganan kasus anak, khususnya kekerasan seksual terhadap anak. Jika kita diam atas kejahatan kemanusiaan disekitar kita, padahal anak membutuhkan pertolongan dan kehadiran kita, maka sama artinya kita ikut serta membiarkan terjadinya kejahatan terhadap anak.
Jika kita biarkan situasi ini, sama artinya kita melukai hati anak dan membiarkan kehidupan anak terancam punah (lost generation). “Saya tidak bisa membayangkan jika ini terjadi di Bonapasogit sementara TOBASA adalah wilayah religius serta menjungjung tinggi nilai-nilai, adat “dalihan natolu”, beradab, beradat dan bermartabat. Oleh sebab itu, Jangan sampai “Iblis menang saat orang baik berdiam diri” (Evil Wins When Good People do nothing),” pungkas Arist. Coba dikonfirmasi perkembangan kasus tersebut kepada pihak Polres Tobasa, hingga berita dilansir belum ada jawaban. Bersambung… (Saurma/Red)