Kasus Menteri Kehutanan yang tertangkap kamera bermain gaple dengan sosok yang sedang diadili karena pembalakan liar bukan sekadar insiden kecil.
Publik melihatnya sebagai simbol lemahnya integritas pejabat tinggi negara.
Perkaranya jelas: yang diajak main gaple adalah pihak yang sedang berhadapan dengan negara cq. Kementerian Kehutanan di pengadilan.
Pertemuan ini terjadi diduga sebelum putusan, lalu tak lama kemudian terdakwa justru memenangkan perkara. Walaupun secara hukum tidak bisa otomatis dikaitkan, secara persepsi publik rangkaian ini sudah terbaca gamblang: main gaple dulu, menang perkara kemudian.
Dampaknya tidak berhenti pada menteri bersangkutan. Nama besar Presiden Prabowo ikut terbebani, karena dalam sistem presidensial, setiap perilaku menteri mencerminkan kualitas kepemimpinan presiden.
Publik akan bertanya: “Mengapa menteri seperti ini dibiarkan?”
Ketika distrust rakyat terhadap pejabat kabinet dibiarkan menumpuk, risiko jangka panjangnya adalah:
Turunnya kepercayaan publik pada Presiden – rakyat melihat Prabowo tidak tegas menegakkan standar etika pada pembantunya.
Erosi legitimasi politik – lawan politik mudah menjadikan kasus ini amunisi untuk menyerang pemerintah.
Potensi letupan sosial – bila rakyat merasa hukum dan pemerintahan dikuasai kepentingan kelompok tertentu, bukan mustahil terjadi bentuk-bentuk perlawanan terbuka.
Dengan kata lain, kasus “gaple dengan pembalak liar” bukan hanya melukai citra satu menteri, tapi juga bisa menjadi bom waktu distrust terhadap kepemimpinan Prabowo.
Rakyat bisa mentolerir satu dua kontroversi, tapi bila pola ini dianggap dipelihara, ketidakpercayaan dapat berubah menjadi kemarahan kolektif.
Karena itu, sikap tegas presiden mutlak diperlukan. Menjaga integritas kabinet berarti menjaga kepercayaan rakyat.
Tanpa langkah korektif, permainan gaple bisa menjadi simbol rapuhnya pemerintahan.












