Ini berarti hanya Kejaksaan yang berhak menjadi pengendali perkara dan perwujudan single prosecution system.
Sistem penuntutan tunggal bertujuan untuk menjamin kesatuan tindakan penuntutan, meningkatkan efektivitas dan efisiensi penegakan hukum, menjamin kepastian hukum, serta mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam penuntutan yang pada akhirnya dapat mewujudkan cita keadilan masyarakat.
Selanjutnya, advocaat generaal sebagai kewenangan atributif yang diberikan kepada Jaksa Agung untuk berperan sebagai pengacara negara.
Jadi di sini, Kejaksaan selain sebagai penuntut umum tertinggi, juga sebagai pengacara negara. Tugas ini tidaklah mudah. Kita sering dihadapkan pada berbagai tekanan, baik dari dalam maupun luar, yang berpotensi mengganggu integritas dan kemandirian penegakan hukum.
“Namun, sebagai insan Kejaksaan yang menerapkan nilai-nilai TRi Krama Adhyaksa, memiliki tanggung jawab besar untuk tetap teguh berdiri di atas prinsip-prinsip hukum dan keadilan,” ujar amanah Jaksa Agung yang dibacakan Kajati Jabar.
Pada SIARAN PERS
Nomor: PR-52/Kph.2/09/2024 oleh Kasipenkum Kejati Jabar, Nur Sricahyawijaya SH MH menyampaikan bahwa Jaksa Agung menghimbau agar insan adhyaksa dapat menjaga martabat diri dan marwah institusi.
Apalagi saat ini masyarakat telah menitipkan kepercayaannya kepada kita sehingga menempatkan kita menjadi lembaga penegak hukum yang paling dipercaya publik.
Jangan nodai dan mengkhianati kepercayaan masyarakat. Capaian baik Kejaksaan selama ini, jangan sampai membuat kita berpuas diri. Tantangan di masa depan masih sangat banyak.
Jaksa Agung juga mengingatkan seluruh jajaran Kejaksaan, dari pusat hingga daerah, untuk terus menjaga kepercayaan publik ini.
Kita harus terus berinovasi dan mengembangkan diri. Bekerjalah dengan hati nurani, junjung tinggi nilai-nilai kejujuran, integritas, dan profesionalitas dalam setiap tindakan. (Simare/Penkum)