”Misalnya, dari hasil penelusuran kami, ada siswa yang dulu bersekolah di SMP Negeri yang katanya sekolah favorit juga. Dan saat mendaftar ke jenjang selanjutnya ke SMA Negeri yang juga disebut-sebut sebagai sekolah favorit bisa diterima. Jadi saya kira perlu ditelusuri lebih jauh apakah para siswa ini dulu mendaftar di sekolah asalnya juga menggunakan jalur Zonasi,” pintanya.
Riswan juga menyayangkan adanya kejadian yang baru-baru ini viral di Tangerang, Banten karena aksi orang tua siswa yang nekad mengukur jalan menggunakan meteran untuk mengukur jarak rumah dengan sekolah karena sang anak tidak diterima jalur zonasi PPDB. Hal itu, kata dia, terjadi karena negara dianggap mangkir dalam melakukan pengawasan saat PPDB berjalan.
Tentu saja, kata Riswan, hal itu terjadi karena para orang tua menganggap ada yang tidak beres dengan nama-nama siswa lain yang diterima sementara anaknya tidak diterima. Menurutnya, tindakan orang tua siswa bernama Ayip Amir, warga Kota Tangerang, mengukur jarak rumahnya dengan SMA 5 Kota Tangerang yang terletak di Jalan Ciujung Raya, Perumnas I Kota Tangerang, sangat wajar.
”Saya pikir wajar baginya (Ayip Amir) melakukan itu. Ini menandakan negara gagal mengawasi saat PPDB berjalan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Riswan juga mengatakan pihaknya berencana mengambil langkah menyurati Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat melalui surat permohonan atau formulir permohonan permintaan informasi terkait data akurat siswa peserta pendaftaran penerimaan siswa baru tahun pelajaran 2023-2024. Hal itu, kata Riswan, langkah tersebut perlu dilakukan demi keadilan buat masyarakat.
Ia mengingatkan pihak disdik Jabar dan sekolah untuk kooperatif dalam mematuhi perintah Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sebab, menurutnya, jika pihak disdik Jabar dan sekolah mengabaikan permohonan permintaan informasi, bisa berujung sengketa.