Toba – Postkeadilan Jimmy Simanjutak (45) dan Morlan Simanjutak asal Desa Nagasaribu Dusun III Kabupaten Tapanuli Utara, menceritakan pengalaman mereka alami semenjak bergabung dengan KSPPM (Kelompok Studi Pengembangan Pemrakarsa Masyarakat) dan LSM AMAN pada tahun 2016 hingga tahun 2020.
Bertempat di Balige pada Rabu sore, (9/6/2021), mereka menceritakan kekecewaan yang mereka alami seperti yang terjadi di Desa Natumingka Kecamatan Borbor kepada rekan media.
Kedua orang ini menceritakan pengalaman pahit mereka alami yang berlawanan dengan keinginan mereka sejak awal. “Awalnya ikut lembaga swadaya masyarakat ini hanya bertujuan dan membantu ekonomi warga saya, makanya tertarik dengan LSM KSPPM yang diperkenalkan seorang pendeta” terang Jimmy.
Selama 4,5 tahun, Jimmy banyak melakukan kegiatan rapat dan sering berkumpul dengan anggota KSPPM lainnya diberbagai tempat. Bahkan untuk demontrasi sering mereka lakukan diberbagai lokasi. Semua ia ikuti atas perintah dari Delima Silalahi dan Rokky Pasaribu.
Bahkan pernah suatu ketika Jimmy diminta harus berangkat ke Jakarta untuk mengambil surat pembebasan tanah dan bertemu MenLHK Siti Nurbaya Bakar. Warga Nagasaribu begitu sangat senang atas tindakan KSPPM yang akan mengambil surat tanah, karena status tanahnya berada dalam kawasan hutan negara seperti yang sering diucapkan KSPPM. Namun, Jimmy kembali kecewa karena informasi tersebut tidak benar.
Menurutnya, banyak kekecewaan sejak ikut KSPPM. “tujuan KSPPM dan AMAN hanya demo dan mereka mendapatkan uang dari luar negeri dan sangat beda dari tujuan awal. Tidak ada arti dan tidak ada tujuan.
Desa yang mereka dampingi tidak ada yang sejahtera. Pelepasan tanah itu tidak ada. Ibu Menteri minta surat camat, bupati dan kepala kehutanan Balige. Ucapan mereka sendiri bohong. KSPPM pembohong” terang Jimmy dan Morlan bernada geram.
“KSPPM sering menggunakan kalimat bahwa Hutan Adat bukan lagi Hutan Negara berdasarkan SK Mahkamah Konstitusi Nomor 35. Ini yang selalu dipergunakan KSPPM dan AMAN” terang Morlan Simanjuntak (65),
Morlan Simanjuntak merupakan Raja Patih dan tokoh adat Desa Pohan Jae Dusun III kecamatan Siborong-borong, menyesalkan perkenalannya melalui pendeta HKI Pdt. Adpen Nadapdap yang bekerja sama dengan KSPPM. KSPPM dan AMAN sendiri banyak mencari ilmu tentang desa meraka dan diperalat hanya untuk memecah belah warga.
“Rokky Pasaribu dan Delima Silalahi saya minta jangan menginjak Nagasaribu karena berbahaya bagi masyarakat. Tanah Adat tidak ada dan yang ada adalah masyarakat hukum adat” ungkap Morlan. Menurut Morlan rencana aksi di desa Natumingka sudah direncanakan.
“Saya berharap dan minta tolong kepada masyarakat agar jangan dipecah belah dan jangan mau diadu domba lembaga-lembaga atau organisasi yang tidak jelas dan mereka musuh pemerintah. Buat KSPPM, hentikan konflik dengan masyarakat dan gabunglah dengan pemerintah dan perusahaan agar tujuan mensejahterakan masyarakat tercapai. Jangan bikin onar sama pemerintah dan perusahaan” ungkap Morlan Simanjuntak mengakhiri.
Kedua orang ini juga meminta kepada TNI-Polri agar turun tangan memberikan perlindungan kepada masyarakat dan perusahaan juga diminta agar tidak bosan memberikan bantuannya.
Romauli Sibuea