Medan, PostKeadilan -. Dalam rangka memperingati Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia (RI) ke-80 yang jatuh di tanggal 02 September 2025, Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) bekerja sama dengan Universitas Sumatera Utara (USU) serta Pengadilan Tinggi Sumatera Utara adakan Seminar Ilmiah.
Seminar diadakan di Lantai 2 Gedung Peradilan Semu Fakultas Hukum (FH) USU pada Selasa (26/8/2025) itu, dihadiri Kepala Kejatisu, DR. Harli Siregar SH, M.Hum bersama jajaran, Pejabat struktural dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) se Sumatera Utara (Sumut) serta Jaksanya.
Tema Seminar Ilmiah bertajuk “Optimalisasi Pendekatan Follow The Asset dan Follow The Money melalui Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam Penanganan Perkara Pidana”.
Seminar dibuka dengan Keynote Speech Jaksa Agung Prop, DR H. ST Burhanuddin S.H., M.M, dilanjutkan Harli Siregar sebagai orang nomor satu di Kejaksaan Propinsi Sumut.
Narasumber Seminar, Ketua Pengadilan Tinggi Sumut, DR. H Siswandriyono SH, M.Hum, Guru besar Hukum Pidana USU, Prop. DR. Alvi Syahrin SH, MS, Dosen FH USU, DR. Detania Sukarja, SH. LLM dan DR. Mahmud Mulyadi SH, M.Hum.
Sehari sebelum acara, Kajati Harli Siregar mempersilahkan awak media PostKeadilan lakukan liputan. “Silahkan mbak,” chat mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung ini.
Kajati Harli Siregar menyampaikan bagaimana dukungannya terhadap penerapan Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau Perjanjian Penuntutan yang Ditangguhkan.
Mekanisme ini dikenal di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada, dengan prinsip menunda penuntutan terhadap suatu pihak, khususnya korporasi, dengan sejumlah kewajiban. Antara lain, mengakui kesalahan atau fakta hukum relevan, membayar denda atau kompensasi, melakukan perbaikan sistem internal, serta bekerja sama dengan aparat penegak hukum.
Ia menegaskan bahwa pendekatan follow the asset dan follow the money melalui DPA dapat menjadi langkah strategis dalam mendorong efektivitas penanganan perkara pidana.
“Pendekatan ini diharapkan tidak hanya berorientasi pada penghukuman, tetapi juga pemulihan kerugian negara dan perbaikan sistem,” ujar Harli.
Selain memperkuat pemahaman teoritis, lanjut Harli, seminar ini juga menjadi wadah pertukaran gagasan dan pengalaman praktis antar aparat penegak hukum, akademisi, serta praktisi peradilan.
“Adanya interaksi tersebut, diharapkan lahir rekomendasi yang dapat diimplementasikan secara nyata dalam penanganan perkara, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana ekonomi maupun korupsi yang kerap menimbulkan kerugian signifikan bagi negara,” tegas Harli.
Kehadiran para Jaksa di forum ilmiah itu menunjukkan komitmen untuk terus mengembangkan kapasitas institusi dalam menjawab tantangan penegakan hukum yang semakin kompleks. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan kejaksaan yang menekankan pentingnya inovasi, profesionalitas, serta konsistensi dalam menjaga kepentingan masyarakat dan menegakkan supremasi hukum di Indonesia. (Utari)











