Bila mencermati apa yang sudah dirumuskan didalam RKUHAP, maka perlu diberikan norma tersendiri mengenai kewenangan kejaksaan untuk dapat menjadi penyidik dalam tindak pidana korupsi, karena terdapat batasan umum yang menyatakan bahwa penyidik adalah kepolisian.
Selain itu, dapat pula dimasukan di dalam penjelasan mengenai penyidik tertentu, yang menyebutkan bahwa jaksa dapat menjadi penyidik tindak pidana korupsi.
Kemudian, hal lain mengenai penguatan institusi kejaksaan didalam RKUHAP, yakni diperlukan adanya kejelasan mengenai kewenangan penuntutan, yang didalam RKUHAP ditambah dengan pejabat lain yang diberi kewenangan untuk melakukan penuntutan, selain dari pejabat kejaksaan.
Didalam penjelasan disebutkan, Pejabat suatu lembaga yang diberi kewenangan untuk melakukan Penuntutan berdasarkan ketentuan Undang- Undang, misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berwenang melakukan Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Ketentuan ini tidak memberikan kejelasan, karena pada ketentuan umum disebutkan secara definitif bahwa penuntut umum adalah jaksa.
Oleh karena itu, agar sesuai dengan batasan didalam ketentuan umum, yang dimaksud dengan pejabat lain tersebut harus ditegaskan adalah pejabat kejaksaan yang ditugaskan di KPK. Dengan demikian tidak terjadi benturan norma.
Pembaharuan KUHAP saat ini tentu dinantikan oleh semua pihak, dengan harapan semua fungsi-fungsi penegakan hukum dapat berjalan dengan baik dan menyelesaikan berbagai persoalan penegakan hukum yang selama ini terjadi.