Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kajari Aceh Barat Daya mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kajati Aceh. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kajati Aceh, Drs. Joko Purwanto, S.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan RJ dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose RJ yang digelar pada Kamis, 29 Agustus 2024.
Berdasarkan Siaran Pers Nomor: PR – 754/086/K.3/Kph.3/08/2024 oleh Kapuspenkum Dr. Harli Siregar SH, M.Hum, sebut JAM-Pidum juga menyetujui 13 perkara lain melalui mekanisme RJ terhadap:
1. Tersangka I Gusti Ngurah Mas Mahareksha Bhimashakti dari Kejaksaan Negeri Denpasar, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
2. Tersangka Anang Ramadhan Siregar dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.
3. Tersangka Suhada Siregar alias Suhada dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan, yang disangka melanggar Pasal Kesatu Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Jubelson Tampubolon dari Kejaksaan Negeri Toba Samosir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Egi Sumargio bin Bambang dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Fakhrurrazi bin Ridwan dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Indra Saputra bin Dahlan dari …………….