Bekasi, PostKeadilan – Pasca kembalinya Bupati Neneng Hasanah Yasin menjabat usai cuti jelang Pemilihan Bupati, dimana Neneng langsung mengeluarkan Surat keputusan (SK) Bupati Bekasi Nomor 821.2/Kep.340-BKPPD/2017 tertanggal 3 Maret 2017. SK itu digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung oleh 27 Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi lantaran demosi atau penurunan jabatan.
Kuasa hukum 27 ASN, Bilhuda menegaskan, pihaknya menggugat Surat keputusan (SK) Bupati Bekasi Nomor 821.2/Kep.340-BKPPD/2017 tanggal 3 Maret 2017, karena sesuai UU, penerbitan SK tersebut merupakan suatu tindakan yang melawan hukum.
“Kita ingin menguji sejauhmana keabsahan dari SK petahana tersebut,” tegas Bilhuda kepada wartawan usai mengajukan gugatan ke PTUN Bandung, Selasa (18/4) lalu.
Ia mewakili para ASN, meminta pihak pengadilan untuk membatalkan SK petahana tersebut, serta menguatkan SK Plt Bupati Rohim Mintareja Nomor 800/Kep.02-BKD/2017 tentang Pengukuhan dan Penataan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama, Administrator dan Pengawas di Lingkungan Pemerintahan Kabupaten Bekasi pada tanggal 5 Januari 2017.
“Karena SK itu (SK Plt Bupati) yang legal, memenuhi persyaratan dan prosedur hukum yang berlaku. Sementara SK petahana kita menilai adalah SK yang cacat hukum,” jelas nya.
Di dalam pasal 71 UU 10/2016 tentang Pilkada, sambung dia, sudah jelas kebijakan mutasi, rotasi dan demosi itu diperbolehkan enam bulan setelah pelantikan.
Sementara pasal 116 UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tegas dia, dijelaskan pejabat yang belum menjabat selama dua tahun sejak dilantik tidak boleh diganti atau dipindah ke posisi lain.
Kalaupun sudah melewati dua tahun, penggantian harus memperhatikan beberapa syarat, misalnya alasan dan tujuan penggantian harus jelas dan sesuai kompetensi orang yang bersangkutan.
Sebelum melakukan penggantian, kepala daerah harus melapor terlebih dahulu ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Pemerintah daerah terkait kemudian membentuk panitia seleksi (pansel) untuk memproses pemindahan dan penggantian pejabat.
“Secara terang benderang, UU sudah membatasi kewenangan pejabat pemerintah daerah untuk melakukan mutasi, rotasi dan demosi paska pilkada,” paparnya.
Setelah melayangkan gugatan tersebut, pihak pengadilan lanjut dia, melakukan tahap persiapan dengan meneliti pemberkasan, baik surat kuasa maupun surat gugatan tersebut. “Sejauh ini saran dari pihak pengadilan belum begitu signifikan,” paparnya.
Seperti diketahui, Bupati petahana Neneng Hasanah Yasin melakukan kebijakan mutasi, rotasi dan demosi ASN di lingkungan Pemkab Bekasi sebagaimana Nomor 821.2/Kep.340-BKPPD/2017 tanggal 3 Maret 2017. Kebijakan itupun mendapat reaksi dari sejumlah ASN yang menilai kebijakan tersebut melawan hukum karena bertentangan dengan UU.
Bahkan, ratusan masyarakat Kabupaten Bekasi telah melakukan aksi unjukrasa di Kantor Bupati Bekasi pada hari Kamis tanggal 6 April 2017, untuk menindaklanjuti pelanggaran UU Nomor 10 Tahun 2016 dan PKPU Nomor 9 Tahun 2016 yang telah dilakukan oleh petahana.
Kisruh ASN di lingkungan Pemkab Bekasi ini pun mendapat perhatian dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahyo Kumolo, yang meminta staf bidang Otonomi Daerah (Otda) untuk melakukan pengecekan persoalan tersebut.
Halnya Bupati Neneng, hingga pemberitaan belum dapat ditemui. Simare/Tim