Jakarta, PostKeadilan – Aksi unjuk rasa kembali digelar Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Jumat (5/5/2017) itu. Aksi kali ini bertujuan mengawal putusan hakim dalam kasus penodaan agama yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Seusai salat Jumat, massa aksi akan jalan kaki dari Masjid Istiqlal, Sawah Besar ke kantor Mahkamah Agung, Gambir, Jakarta Pusat. Mereka menuntut agar Ahok mendapatkan hukuman yang setimpal pada sidang putusan Selasa (9/5/2017).
Tim Kuasa Hukum GNPF MUI, Kapitra Ampera mengatakan, perwakilan massa akan berdialog dengan pimpinan Mahkamah Agung (MA). “Kami minta MA mengawasi majelis hakim supaya independen,” ujar Kapitra, Selasa (2/5).
Aksi massa menuntut hakim menghukum Ahok berdasarkan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama, “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” beber dia.
Bukan sesuai tuntutan Jaksa yang menjerat Ahok dengan Pasal 156 KUHP yang berbunyi, ‘Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500’.
“Meminta hakim menghukum berdasakan pasal penodaan agama, bukan dengan pasal penodaan golongan. Itu saja,” putus Kapitra.
Hal Komisi Yudisial (KY), membatasi diri dalam meninjau persidangan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
Farid Wajdi, Juru Bicara Komisi Yudisial, mengatakan meski membatasi diri agar tidak mengganggu independensi hakim, komisi tetap memantau perkara yang menarik perhatian publik ini.
“Fokus Komisi Yudisial ada pada etika majelis hakim dalam mengelola perkara ini baik perilaku on bench conduct (perilaku di dalam sidang) maupun off bench conduct (perilaku di luar sidang),” kata Farid dalam keterangan tertulis, Selasa (2/5).
Dikatakan, sejauh ini, pengawalan KY dilakukan lewat dua metode, yakni pemantauan tertutup atau pemantauan terbuka.
“Penggunaan metodenya sangat bergantung pada penilaian internal tentang urgensi kasus yang dihadapi,” katanya.
Farid mengatakan, tugas KY mengawal proses sidang ini dilakukan dengan itikad yang baik dan sesuai dengan peran yang diberikan oleh negara.
Rencananya, majelis hakim akan membacakan putusan (vonis) pada Selasa ( 9/5/2017). Sebelumnya, Ahok dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun oleh jaksa.
Di tempat terpisah, dikonfirmasi kepada Kepala Bidang Hubungan Masyarat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, kepolisian belum menerima surat pemberitahuan mengenai rencana aksi GNPF MUI.
Hingga Selasa (2/5), polisi masih menunggu surat dari penyelenggara aksi. “Kita tunggu saja. Saya belum mendapat informasi terkait kegiatan itu,” ucap Argo. Fauzi/BS