JAKARTA Postkeadian – Dua orang mahasiswa, Ahmad Alfarizy dan Nur Fauzi Ramadhan, mengajukan permohonan pengujian Pasal 7 ayat (2) huruf s Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi. Sidang Pendahuluan dari Perkara Nomor 12/PUU-XXII/2024 ini dilaksanakan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (2/2/2024) oleh Panel Hakim yakni Ketua MK Suhartoyo, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada menyatakan, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: … menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.”
Fauzi menyebutkan pasal tersebut menyatakan pengunduran diri dari posisi anggota DPR, DPD, atau DPRD yang ingin menjadi peserta dalam pemilihan kepada daerah (pilkada). Namun pada pasal tersebut tidak mengakomodir soal pengunduran diri bagi calon legislatif terpilih yang belum dilantik. Akibatnya, dikhawatirkan adanya konflik status antara caleg terpilih Pemilu 2024 dengan pasangan calon peserta Pilkada 2024. Bahkan jika dilanjutkan, sambung Fauzi, hal demikian bisa menghalangi proses kaderisasi dalam partai politik.