Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
lingkungan

Dapat Penghargaan Dari Menteri Bantu Berantas Illegal Fishing, Rakyat Mengadili, Rakyat Diadili

130
×

Dapat Penghargaan Dari Menteri Bantu Berantas Illegal Fishing, Rakyat Mengadili, Rakyat Diadili

Sebarkan artikel ini

Medan, PostKeadilan – Seperti diketahui dalam memberantas Illegal Fishing (Red:Pengambilan Ikan Secara Liar), Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dan jajarannya acap kali meledakkan kapal pencuri ikan dan atau perusak biota laut.
Tindakan tegas Menteri Susi sedemikian tak ayal ternyata sangat didukung oleh para nelayan Tanjung Balai Kabupaten Asahan Sumatera Utara. Para nelayan yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Jaring Puput Kecamatan Tanjung Balai tersebut pun mendapat penghargaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan atas peransertanya dalam membantu memberantas illegas Fishing, di Jakarta tertanggal 5 Januari 2015.
Pasca penerimaan penghargaan, aktivis nelayan tradisional Kabupaten Asahan dan Kotamadya Tanjung Balai yang perduli kelestarian biota laut artinya turut serta membantu pemerintah dalam memberantas illegal fishing. Para aktivis nelayan tersebut sering laporkan kejadian yang melanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 02 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela dan pukat tarik di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia kepada aparat terkait.
“Laporan kami tidak pernah ada hasil. Dan kami pernah lakukan aksi demo besar-besaran dengan jumlah massa sekitar 1800 nelayan. Waktu itu kami diterima Sekda, Kapolres dan pihak Dinas Perikanan. Tapi apa, nol semua,” ujar Zainal di Kantor PostKeadilan Medan, Selasa (27/9).
Cerita Zainal, seminggu usai aksi demo, ratusan nelayan tradisional Tanjung Balai-Asahan, Sabtu (10/9) itu membakar kapal pukat trawl (harimau) yang tengah menangkap ikan. Para nelayan tradisional ini kesal, alat tangkap terlarang tetapi marak beroperasi dan tak ada penegakan hukum.
Tak tanggung-tanggung, empat kapal dibakar. Dua dibakar di Perairan Asahan, tepatnya di Line Satu Lampu Putih Bagan Asahan Perairan Asahan, Asahan, dua lagi di Tangkahan, Tanjung Balai.
Data Polres Tanjung Balai, dua kapal pukat trawl dibakar di Line Satu Lampu Putih Bagan Asahan adalah KM. Bintang Harapan 1 dan KM. Bintang Harapan 2. Dua lagi, kapal pukat harimau KM. Rose milik Regen dan kapal KM. Bintang Laut milik Ome, keduanya warga Tanjung Balai.
Kapolres Tanjungbalai, AKBP Ayeb Wahyu Gunawan, Minggu (11/9) mengatakan, aksi pembakaran ini bermula saat ratusan nelayan tradisional Tanjung Balai-Asahan lakukan sweeping kapal pukat harimau di Perairan Beting Bulu Simandulang, Labuhan Batu Utara. Mereka mendapati empat kapal mengambil ikan dan biota laut dengan menggunakan pukat tarik dua.

Para nelayan tradisional yang kesal akan tindakan kapal-kapal ini beroperasi tanpa memperhitungkan kerusakan biota laut akibat alat tangkap tak ramah lingkungan. Kapal yang mereka amankan dibawa ke perairan Asahan dan dibakar.
“Dalam dua kapal di Line Satu Lampu Putih, ada sembilan ABK. Mereka diturunkan di Pelabuhan Panton Bagan Asahan, diberi ongkos pulang ke Simandulang. Kami bersama Danlanal Tanjung Balai Asahan dan Satpolair mencoba menenangkan situasi. Baru pukul 21.30 situasi berhasil diamankan. Massa membubarkan diri. Pembakaran sore hari, ” kata Ayeb Wahyu ketika itu.
Lanjut Zainal, Ini tak boleh lagi dibiarkan begitu saja. Salah satu penyebab kehancuran laut Tanjung Balai-Asahan karena masih boleh kapal pukat trawl beroperasi. Cara kerja kapal pukat ini membabat habis isi makhluk hidup dalam laut. “Terumbu karang yang seharusnya tempat ikan bertelur dan berkembangbiak, biota laut lain, juga rusak parah,” katanya.

Example 300x600

Parahnya lagi, kapal pukat trawl ini menjalankan aksi hingga ke dekat pesisir pantai. Ikan-ikan yang seharusnya bisa dijaring nelayan tradisional sudah tak ada lagi. Mereka makin jengah, akhirnya bertindak dengan sweeping dan membakar kapal pukat yang mereka temukan.

“Saya bukan nelayan paham hukum, tetapi untuk pelestarian laut kami jangan diajari. Yang kami bingungkan, kenapa orang macam kami yang tak ada sekolah peduli dengan lingkungan laut karena dirusak pukat-pukat ini. Kenapa terus dibiarkan kapal-kapal itu beroperasi dan merusak biota laut. Ada apa ini?” kata Zainal.
Zainal mengatakan, patroli laut penegak hukum di Perairan Tanjung Balai-Asahan, sia-sia, karena setiap operasi selalu gagal, tak membuahkan hasil.
Dia tak heran karena ada oknum petugas selalu membocorkan operasi. Setiap tim patroli gabungan menjalankan tugas ke wilayah barat, oknum petugas memberitahukan agar kapal pukat mencari ikan ke Timur. Begitu sebaliknya. “Tak aneh mengapa setiap patroli selalu gagal dan tak membuahkan hasil.”
Dia bilang, ada oknum menjadi mata-mata dan dapat setoran dari pengusaha kapal pukat harimau.
“Kami lihat sendiri, setiap melintas di area patroli, jaring tangguk diulur, uang dimasukkan dan aksipun lancar. Kami sudah muak dengan ini. Setiap mengadu selalu bilang ia nanti kita dalami. Tak ada aksi nyata. Maka ini aksi nyata, kami sweeping. Dapat kapal tuh, langsung dibakar. Supaya anda semua tahu, kami bisa dapat dan mereka yang dilengkapi kapal cepat dan canggih tak pernah berhasil,” ucap Zainal, geram.

Mereka sebenarnya tak mau berbuat seperti ini kalau penegakan hukum terhadap kapal pukat harimau berjalan. “Haruskah kami terus bergerak dan mengadili sendiri seperti ini? Tentu tidak, karena negara Indonesia kita ini negara hukum,” katanya.
Dia mau hukum berjalan, bukan sebaliknya bisa dipermainkan. “Tak ada jaminan ini tidak terulang lagi jika penegak hukum tak serius. Saya dan teman-teman tidak takut kalau pun kami harus diadili karena tindakan kami ini. Itu resiko perjuangan,” pungkas Zainal.
Tempat terpisah, Kombes Pol Rudi Hartono, Kepala Biro Operasional Karo Ops Polda Sumut, beralasan, kesulitan dalam penanganan pukat harimau karena kapal bergerak dan kucing-kucingan dengan petugas yang jumlahnya terbatas.
Namun, dia bilang juga jumlah kapal pukat trawl banyak, lebih 11.000. Namun, katanya, bukan berarti para nelayan bisa mengambil tindakan dan main hakim sendiri.
Dia bilang, tak mau diancam nelayan tradisional yang meminta pengusutan tuntas kapal pukat trawl dalam waktu singkat. Rudi berdalih, perlu waktu pemetaan selama satu bulan agar bisa terang dan mengungkap hingga ke bos besar pendana operasi kapal pukat trawl di Tanjung Balai-Asahan.
Selain itu, katanya, ada kendala atau kesulitan mereka karena jumlah polisi 21.000 dan petugas Satpolair Polda Sumut hanya 300. Dengan jumlah kapal hanya ada tiga di Perairan Tanjung Balai-Asahan. Dia menyatakan, kewalahan menjalankan tugas menangkap kapal pukat trawl yang berjumlah ribuan.
“Mari kita bersama-sama menjaga laut dari kerusakan, tetapi bukan main hakim sendiri. Jika ada temuan, silakan lapor. Kita sikat sama-sama. Biar kami yang tangani, ” ucap Rudi.
Menurut dia, Polda menambah kekuatan, mulai Direktorat Reserse Kriminal Umum, Brimob, Direktorat Intelijen akan turun mengusut kasus kapal pukat harimau terus beroperasi. Dia berjanji siap dipindahkan jika tak bisa menyelesaikan masalah ini.
Penyelidikan oknum aparat yang terlibat, katanya, akan menjadi prioritas. Sejauh ini, katanya, ada 100 personil kepolisian dipecat karena menyalahgunakan kewenangan dalam bertugas di Sumut.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.