Jakarta, PostKeadilan – Peristiwa pemberhentian acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Jalan Tamansari, Bandung, Jawa Barat, Selasa (6/12) malam itu, kini ramai-ramai dibicarakan di media social (medsos).
Baik melalui twitter, instagram, facebook dan lain sebagainya, berdasarkan pantauan PostKeadilan, masyarakat pengguna medsos ini membandingkan insiden ini dengan kasus yang dialami ‘Ahok. Meskipun Walikota Bandung, Ridwan Kamil meminta maaf atas kejadian itu, namun masyarakat pengguna medsos dari segala suku agama itu mengutuk dan menuntut agar pemerintah adil dalam penegakan hukum.
Seperti diketahui, acara tersebut dihentikan setelah sejumlah orang datang ke acara tersebut dan meminta acara itu dibubarkan. Kejadian tersebut dapat dilihat melalui YOUTUBE.
Ketua Pembela Ahlus Sunnah (PAS) Muhammad Roin mengatakan, ia dan sejumlah anggotanya meminta penyelenggara KKR menghentikan sesi kedua acara tersebut pada malam hari. Adapun acara sesi pertama KKR berlangsung pada pukul 13.00-15.00 WIB.
“Setelah itu, mereka menyepakati jam 18.00 WIB tidak dilanjutkan. Kita menyarankan supaya mereka melaksanakan ibadahnya di tempat yang sesuai dengan undang-undang negara ini,” kata Roin di halaman Sabuga.
Roin mengatakan, pihaknya tidak melarang aktivitas keagamaan yang diselenggarakan oleh umat agama lain.
Namun, ia meminta agar KKR dipindahkan ke rumah ibadah sesuai dengan Surat Peraturan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006.
Arifin, salah seorang panitia, menyatakan tidak berkeberatan menghentikan kegiatan KKR yang menghadirkan Pendeta Dr Stephen Tong tersebut.
“Kami tidak mempermasalahkan ibadah tidak dilaksanakan, kami membubarkan diri baik-baik dan tidak ada dendam,” kata dia seperti dilansir di beberapa media.
Sementara itu, Kepala Polrestabes Bandung Komisaris Besar Winarto mengatakan, penghentian kegiatan itu dilakukan atas hasil musyawarah.
“Pihak panitia penyelenggara sudah menyatakan sikap untuk seperti ini dan sudah disetujui bersama. Kita bicara sama-sama dari Pak Stephen, juga ormas, kita duduk sama-sama dan inilah keputusannya,” ucapnya.
Ia menegaskan bahwa tidak ada larangan untuk menyelenggarakan acara keagamaan tersebut. Menurut dia, massa datang ke tempat tersebut karena menilai pihak panitia melanggar izin. Winarto tidak menjelaskan izin apa yang dilanggar.
“Masalah perizinan saja. Soal izin itu yang saya enggak hafal. Nanti itu Pemkot yang lebih hafal. Kita dari kepolisian hanya rekomendasi,” kata dia.
Disisi lain menurut Panitia Nasional Kebaktian Kebangunan Rohani Natal 2016 menyatakan telah memenuhi semua izin dan prosedur pelaksanaan ibadah di Gedung Sasana Budaya Ganesha Institut Teknologi Bandung, Selasa (6/12/2016).
Melalui klarifikasi tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (7/12), Sekretariat Stephen Tong Evangelistic Ministries International (STEMI) menyatakan bahwa panitia KKR telah menerima Surat Tanda Terima Pemberitahuan Nomor STTP/YANMIN/59/XI/2016/Dit Intelkam tentang kegiatan KKR pukul 18.30-22.00 WIB di Gedung Sabuga ITB dengan pembicara Pendeta Stephen Tong.
Pantia juga sudah menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada polisi tentang kegiatan KKR Natal Siswa Bandung 2016 pukul 13.00 WIB.
“Panitia sudah memenuhi seluruh proses perizinan yang diperlukan untuk menyelenggarakan KKR Natal tersebut, baik KKR Natal Siswa pada pukul 13.00 WIB maupun KKR Natal pada pukul 18.30 WIB di Gedung Sabuga ITB, Bandung,” sebut pernyataan STEMI.
STEMI juga menyatakan bahwa polisi telah menyampaikan tentang izin tersebut di depan para jemaat di Gedung Sabuga ITB pada malam KKR Natal Bandung. Panitia KKR menyesalkan adanya aksi yang mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan dan meminta acara tersebut dihentikan.
Panitia KKR juga menyesalkan ketidaktegasan polisi dalam menjaga kebebasan beribadah tersebut. “Demi menegakkan keadilan dan kebinekaan NKRI, kami meminta hukum ditegakkan sesuai dengan KUHP Pasal 175 & 176,” sebut STEMI.
STEMI menghormati sikap Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang meminta maaf atas kejadian tersebut. STEMI juga mengapresiasi upaya Ridwan untuk tetap menjaga kebebasan beribadah.
Minggu (11/12) dalam konfrensi pers , Muhamad Roim mengakui bahwa PAS memang belum mendaftarkan diri sebagai ormas ke bagian Kesbangpol Pemkot Bandung. Saat ini, PAS tengah dalam proses pendaftaran.
“Ya itu jawabannya, memang belum. Sedang proses,” ucapnya.
Sebelumnya juga, Kepolisian Daerah Jawa Barat menyelidiki dugaan tindak pidana yang dilakukan Ormas PAS dalam insiden pembubaran KKR jelang hari raya Natal di Sabuga.
Langkah tersebut ditempuh menyikapi hasil kesepakatan rapat antara Pemerintah Kota Bandung, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Forum Silaturahmi Ormas Islam (FSOI), Kementerian Agama Kota Bandung, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama Jawa Barat, dan Kejaksaan Negeri Bandung, pada Rabu (8/12).
Berdasarkan hasil rapat sebelumnya yang dilakukan Polda Jabar dengan sejumlah instansi terkait, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menyatakan tidak boleh ada kelompok masyarakat sipil yang melakukan pembatasan, perintangan, unjuk rasa atau melakukan kegaduhan terhadap kegiatan ibadah keagamaan yang sudah legal.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Yusri Yunus menyatakan, hal itu melanggar pasal 175 dan 176 KUHP dengan hukuman kurungan badan maksimal 18 bulan.
Pada bulan Juni 2016 sebelumnya, Kasus diskriminasi yang mengatasnamakan agama di Bandung ini sudah pernah menjadi topik pembahasan hangat di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI). Ketua Komnas HAM RI, Imdaddun Rahmat mengatakan bahwa banyak gereja di kawasan Bandung Raya yang menjadi obyek pemerasan.
Dilansir bbc.com, nilai pemerasan tersebut mencapai puluhan sampai ratusan juta rupiah. Organisasi keagamaan ini berdalih uang yang mereka pungut adalah untuk biaya pengamanan. Apabila ibadahnya di gereja tersebut ingin aman, maka mereka harus membayar ormas keagamaan.
Pemerasan itu terungkap saat dia dan komisioner Komnas HAM lain bertemu dengan pengurus gereja di Bandung. Dalam pertemuan tersebut juga terungkap, meski sudah menyetor uang ke ormas tersebut, gangguan tetap ada dari ormas lain yang juga meminta dana pengamanan yang sama.
Banyak sekali gereja di kawasan Bandung dan sekitarnya yang menjadi obyek pemerasan dari kelompok-kelompok mayoritas. Lalu siapa yang memeras pengurus gereja? Imdaddun menegaskan bahwa pelaku-pelaku pemerasan terhadap gereja tersebut kebanyakan berasal dari organisasi massa (ormas) yang mengatasnamakan agama. Namun tidak disebutkan ormas agama yang mana. Tapi yang pasti mereka memeras secara materi. Jadi kalau ingin aman dan tidak diganggu harus membayar. Tim/BS