Penelusuran PostKeadilan, Senin (15/11/2021) itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum mengeluarkan surat perintah Eksaminasi Khusus terhadap penanganan perkara dengan terdakwa Valencya.
“Pelaksanaan Eksaminasi Khusus telah dilakukan dengan mewawancarai sebanyak 9 (sembilan) orang, baik dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Negeri Karawang, serta Jaksa Penuntut Umum yang masuk P-16 A,” jelas Eben.
Ada lima temuan sementara hasil Eksaminasi Khusus dari Kejagung terkait penanganan kasus Valencya ini. Pertama, dari tahap Prapenuntutan sampai tahap Penuntutan. “Baik dari Kejari Karawang maupun Kejati Jawa Barat disimpulkan tidak memiliki sense of crisis atau kepekaan,” imbuh Eben.
Kedua, penanganan perkara itu juga tidak memahami pedoman nomor 3 Tahun 2019 tentang tuntutan pidana perkara tindak pidana umum, khususnya ketentuan pada bab II angka 1 butir 6 dan 7, bahwa pengendalian tuntutan pidana perkara tindak pidana umum dengan prinsip kesetaraan yang ditangani oleh Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi yang lanjut dilaksanakan oleh Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri, dengan tetap memprihatikan ketentuan butir 2,3 dan 4.
Ketiga, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Karawang telah melakukan penundaan pembacaan tuntutan hingga empat kali, dengan menyampaikan alasan kepada majelis hakim bahwa rentut (rencana tuntutan) belum turun dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
“Padahal, rencana tuntutan baru diajukan Kepala Kejaksaan Negeri Karawang kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada tanggal 28 Oktober 2021 dan diterima di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat tanggal 29 Oktober 2021, dan persetujuan tuntutan pidana dari Kejati Jabar dengan nota telepon per tanggal 3 November 2021,” ungkapnya.
Namun, lanjut Eben Pembacaan Tuntutan Pidana oleh Jaksa Penuntut Umum pada tanggal 11 November 2021.
Ke empat, Kejagung juga mencatat JPU dalam perkara Valencya tidak mengikuti Pedoman Nomor 1 Tahun 2021 tentang akses keadilan bagi perempuan dan anak dalam perkara pidana.
Kelima, JPU tidak mempedomani tujuh perintah harian Jaksa Agung yang merupakan norma atau kaidah dalam pelaksanaan tugas penanganan perkara atas nama terdakwa Valencya, sehingga mengingkari norma atau kaidah.
“Hal ini dapat diartikan, tidak melaksanakan perintah pimpinan,” sambungnya.
Atas temuan-temuan tersebut, Kejagung mengambil alih penanganan perkara ini, termasuk melakukan pemeriksaan terhadap para JPU dan Asisten Pidana Umum Kejati Jabar. Bahkan, Aspidum Kejati Jabar dinonaktifkan untuk proses pemeriksaan.
Berikut kesimpulan hasil temuan Eksaminasi Khusus Kejaksaan Agung terkait penanganan tuntutan kasus Valencya:
1. Penanganan perkara Terdakwa Valencya Alias Nengsy Lim dan Terdakwa Chan Yu Ching akan dikendalikan langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum karena telah menarik perhatian masyarakat dan Pimpinan Kejaksaan Agung;
2. Para Jaksa yang menangani perkara ini akan dilakukan pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan;
3. Khusus terhadap Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, untuk sementara ditarik ke Kejaksaan Agung guna memudahkan pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan.
Seperti diketahui, Valencya (45) seorang ibu dua anak itu dilaporkan mantan suaminya karena sering memarahi, mengaku kaget ketika jaksa penuntut umum (JPU) menuntut satu tahun penjara.
“Saya enggak nyangka, bukan nangis lagi, kayak mau pingsan juga. Enggak nyangka karena sudah dituntut gitu saya harus gimana, sedangkan saya ibu tunggal,” ucap Valencya kepada awak media di Kantor PWI Karawang, Senin (15/11/2021) lalu.
Valencya mengatakan, ia marah-marah terhadap suaminya, karena suaminya yang pulang mabuk-mabukan. “Dia memang alkoholik, di rumah sering minum. Kalau ada temannya itu bisa sampai pagi,” ungkapnya.
Ia dilaporkan oleh suaminya karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) psikis, ketika masih dalam proses perceraian. Ia tanya harta, harta harus digugat ke pengadilan.
“Kalau saya ibu kan pasti hibah ke anak, dua bulan kemudian saya di laporkan ke PPA Polda,” katanya.
Valencya juga mengungkapkan, selama dua tahun dua bulan telah dilaporkan ke polisi oleh suaminya sebanyak tiga kali, selama dua tahun dua bulan dilaporkan. Ada 3 laporan di Polsek di Polres dan Polda,” pungkas Janda ini yang minta Keadilan terhadap kejadian ironi yang ia alami. ( Christ / P. Purba / Tohap. M)
Kejati jabar memang biang kerok. Fakta hukum dibilang akal akalan. Banyak jaksa nya gak paham pedoman. Suap pun marak, dapat kasus basah langsung naik pangkat cepat. Giliran ramai didn’t medsos bidang pengawasan baru bertindak. Klo gak viral di medsos, jangankan menindak, suarapun tenggelam. Faktanya Kansas yg dianukan jaksa kejati bandung, initial B menang karena SUAP. Mana suaramu jaksa agung muda pengawasan?
Kejati jabar memang biang kerok. Fakta hukum dibilang akal akalan. Banyak jaksa nya gak paham pedoman. Suap pun marak, dapat kasus basah langsung naik pangkat cepat. Giliran ramai didn’t medsos bidang pengawasan baru bertindak. Klo gak viral di medsos, jangankan menindak, suarapun tenggelam. Faktanya Kasasiyg diajukan jaksa kejati bandung, initial B menang karena SUAP. Mana suaramu jaksa agung muda pengawasan?
Kejati jabar memang biang kerok. Banyak jaksa nya gak paham pedoman bahkan memelintir hukum. Suap pun marak, dapat kasus basah langsung naik pangkat cepat. Giliran ramai di medsos bidang pengawasan baru bertindak. Klo gak viral di medsos, jangankan menindak, suarapun tenggelam. Faktanya Kasasi yg diajukan jaksa kejati bandung, initial B menang karena SUAP. Mana suaramu jaksa agung muda pengawasan?
Kejati jabar memang biang kerok. Banyak jaksa nya gak paham pedoman bahkan memelintir hukum. Suap pun marak, dapat kasus basah langsung naik pangkat cepat. Giliran ramai di medsos bidang pengawasan baru bertindak. Klo gak viral di medsos, jangankan menindak, suarapun tenggelam. Mana suaramu jaksa agung muda pengawasan?
Kejati jabar memang biang kerok. Banyak jaksa nya gak paham pedoman bahkan memelintir hukum. Suap pun marak. Giliran ramai di medsos bidang pengawasan baru bertindak. Klo gak viral di medsos, jangankan menindak, suarapun tenggelam. Mana suaramu jaksa agung muda pengawasan?