Dalam konteks administrasi pemerintahan dewasa ini, pejabat-pejabat pemerintahan seperti kepala daerah dan kepala desa perlu memang diberikan kebebasan berkreasi untuk mengambil kebijakan dalam rangka membangun daerahnya ataupun desanya, tanpa dihantui oleh rasa ketakutan dijerat dengan pidana korupsi.
“Keberhasilan tugas kejaksaan dalam melaksanakan penuntutan tidak hanya diukur dari banyaknya perkara yang dilimpahkan ke pengadilan, tapi juga upaya kejaksaan dalam menyelesaikan perkara di luar pengadilan sebagai bagian dari implementasi keadilan restoratif yang menyeimbangkan antara kepastian hukum yang adil dan kemanfaatan,” sambung Senator Aceh tersebut membuka rapat.
Pada forum rapat kerja tersebut, Wakil Jaksa Agung RI Sunarta mengungkapkan, pada tahun 2021 menjadi momentum bersejarah dalam penegakan hukum di Indonesia khususnya Kejaksaan RI. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, perubahan UU tersebut bentuk penguatan kejaksaan dan lebih penting kepedulian komitmen penguatan penegakan hukum dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
“Dengan terbitnya perubahan UU tersebut, memberi semangat baru bagi kami dalam komitmen penegakan hukum di Indonesia. Berkaitan dengan penegakan Restorative Justive yang dilakukan oleh kejaksaan mendapat respon positif dari masyarakat,” ucap Sunarta.
Wakil Jaksa Agung menambahkan, strategi yang dilakukan kejaksaaan yaitu dengan menerbitkan aturan pelaksanaan RJ dalam SE No.01/E/Ejp/02/2022 dan melakukan sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat dalam membentuk Kampung Restorative Justice.
“Kami memandang perlu aturan yang lebih tinggi setingkat UU sehingga dalam penyelesaian perkara RJ akan mengacu pada UU tersebut, sehingga kami sepakat UU yang terkait pelaksanaan RJ sangat diperlukan,” tambah Sunarta.