“Ini juga harus dikawal. Saya harap ada transparansi, misalnya sekolah A dan sekolah B dan seterusnya berapa yang didiskualifikasi,” imbuhnya.
Selain itu, pihaknya juga ingin memastikan keseriusan pemerintah Jabar untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya dan tidak terkesan hanya seakan bercerita yang akan berlalu begitu saja. Pasalnya, kata dia, pihaknya merasa ada yang janggal dengan domisili siswa yang mengikuti PPDB jalur zonasi tahun ini. Seperti data siswa yang domisilinya begitu dekat dengan sekolah padahal banyak toko dan bangunan lain di sekitar sekolah.
”Misalnya, jarak SMA Negeri A di Bandung dengan alamat domisili siswa hanya sekitar 39,382 meter (30 meter lebih), dan ada yang berjarak 25, 687 (25 meter lebih). Hal ini tentunya menjadi pertanyaan besar bagi kita karena SMA Negeri ini juga dikelilingi oleh banyak pertokoan dan bangunan lainnya. Dan yang paling penting dilihat adalah para siswa dari satu kelurahan yang sama mendominasi mereka yang lolos zonasi. Saya pikir para siswa ini masih bertetangga. Masalahnya, sebagian besar jarak antara satu siswa dengan siswa lainnya rata-rata sangat berdekatan. Dan anehnya jarak terjauh itu hanya seratus meteran,” seloronya.
”Area pertokoan dan bangunan lainnya memiliki halaman luas yang sering digunakan sebagai area parkir mobil dan motor. Kalau melihat aplikasi Google Maps, radius 50 meter dari sekolah hanya mencakup area itu. Tapi ini ada juga siswa yang hanya memiliki jarak kurang lebih 30 meter ke sekolah yang ditujunya,” pungkasnya. Tim