Prinsipnya kami, lanjut Riduan. Gerlamata hanya menunggu kebijakan dari Presiden Republik Indonesia.
“Tentu dengan harapan besar agar Presiden Joko Widodo bisa memanggil ibu Siti Nurbaya (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI) serta bapak Hadi Tjahjanto (Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN RI) untuk mengambil sikap yang tegas dalam membela hak-hak masyarakat para korban mafia tanah tersebut,” tuturnya.
Ia menuding penjualan tanah 2500 Hektar oleh para Mafia Tanah merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap warga masyarakat suku asli (Suku Sakai) Rantau Bertuah dan masyarakat Desa Kota Garo.
“Gerlamata dan warga saat ini berjuang mengembalikan 2500 Hektar lahan di Desa Kota Garo agar dapat kembali fungsinya sesuai dengan peruntukan awal sebagaimana tercantum jelas dari surat Plt Bupati H.M. Azaly Djohan, S.H. 3 Juni 1996 prihal Persetujuan Pendirian Kelompok Tani. Yaitu meningkatkan Kesejahteraan/Pendapatan masyarakat sebanyak 1250 Kepala Keluarga. Gerakan kami kemudian sama halnya dengan ‘Menggebuk Mafia Tanah’ istilah Presiden Jokowi,” pungkasnya. (Simare)