“Catatan Hendry Ch Bangun (Anggota Dewan Penasihat Serikat Media Siber Indonesia/SMSI)”
CIPUTAT – POSTKEADILAN Kita berdukacita atas tragedi yang menewaskan 134 orang di Stadion Kanjuruhan, Malang, buntut dari pertandingan Persebaya dengan Arema, hari Sabtu 1 Oktober 2022.
Mari kita mendoakan agar arwah mereka diterima baik di sisiNya dan semoga kejadian menyedihkan seperti itu tidak terjadi lagi di negara kita, atau dimana pun.
Bermain sepakbola mestinya adalah peristiwa menggembirakan sehingga baik pemain maupun penonton harus menerima hasil dengan apa adanya, walaupun ada sisi persaingan untuk mendapatkan kemenangan dari dua tim yang bermain di lapangan. Dan kita menyaksikan pertandingan di liga-liga besar di Eropa, Amerika Latin ataupun Asia, Afrika, sportivitas sangat dijaga.
Hal itu antara lain ditunjukkan oleh pemain, yang kalah ataupun menang, yang menyampaikan terima kasih ke pendukung mereka. Tentu saja selalu ada penyimpangan dan dampak, tapi itu sangat sedikit.
Di Indonesia, seperti juga di kebanyakan negara di dunia, sepakbola adalah olahraga popular yang disukai siapapun, tua muda, laki-laki atau perempuan, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote.
Entah kapan mulai masuknya ke negeri ini, tetapi karena ini olahraga orang Eropa, diyakini bahwa yang membawanya adalah Belanda, ketika mereka masuk dan kemudian menguasai Hindia Belanda.
Menurut penelurusan yang saya lakukan belasan tahun lalu, meskipun sudah ada permainan sepakbola di kampung-kampung, pertandingan “resmi” antarperkumpulan baru dimulai pada tahun 1906.