BOGOR – POSTKEADILAN Setiap orang tua tentu saja menginginkan yang terbaik bagi anak-anaknya. Keinginan ini kemudian direalisasikan melalui bentuk pola asuh yang ditanamkan kepada anak-anak mereka. Pola asuh setiap orang tua tentu saja berbeda-beda. Semua tergantung pada seberapa jauh orang tua memahami ilmu mendidik anak secara efektif. Peran orang tua dalam memahami kepribadian anak juga menjadi salah satu faktor penerapan pola asuh pada anak. Pola pengasuhan anak yang salah dapat menyebabkan timbulnya kepribadian anak yang kurang baik, seperti tidak dapat membuat keputusan, kurang pintar dalam membangun hubungan sosial, gangguan pada perkembangan fisik, memiliki emosi yang kurang stabil, depresi, rasa percaya diri yang rendah, rentan berbuat tindakan kriminal, dan permasalahan-permasalahan lainnya.
Sebaliknya, pola asuh yang benar dapat membantu mengembangkan hubungan orang tua dan anak menjadi lebih kuat. Pendekatan perkembangan perilaku ini meningkatkan kepercayaan antara anak-anak dan orang tua sehingga komunikasi yang dilakukan antara orang tua dan anak dapat menjadi lebih efektif.
Pola asuh sendiri terdiri dari dua kata, yaitu pola dan asuh. Menurut KBBI, pola merupakan model, sistem, atau cara kerja. Sedangkan asuh bermakna menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih, dsb. Pola asuh adalah interaksi yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya guna mendidik, mendisiplinkan, membimbing, dan melindungi anak agar sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat (Edwards 2006).
Dewasa ini, pola asuh menjadi salah satu hal yang menjadi pusat perhatian di lingkup masyarakat. Masalah kehidupan keluarga dan kecemasan orang tua dalam pengasuhan anak menunjukkan peningkatan perhatian di masyarakat mengingat banyaknya orang tua yang salah sasaran dalam mengasuh anak (Masni 2021). Oleh karena itu, urgensi dari pentingnya pola asuh yang dilakukan oleh orang tua harus diimbangi dengan kemampuan manajemen keluarga yang baik. Dimana untuk mencapai itu, orang tua dianjurkan agar memiliki tingkat pendidikan yang mumpuni, khususnya dalam hal mengatur sumber daya keluarga.
Sehingga nantinya, orang tua dapat menjadi role model bagi anak-anaknya. Lalu, faktor lingkungan sekitar juga turut andil dalam perkembangan pola asuh orang tua kepada anaknya, karena lingkungan sekitar menjadi tempat pembentukan kebiasaan yang nantinya akan menjadi cerminan dari tingkah laku anak tersebut. Serta adanya nilai budaya yang biasanya diturunkan oleh orang tua kepada anaknya, adanya hal itu juga turut memberikan dampak terhadap pola asuh yang diberikan oleh orang tua, karena mekanisme dari nilai-nilai budaya dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap orang tua pada Desa Karacak, Kabupaten Bogor, didapati seorang ibu muda yang memiliki riwayat pendidikan berupa tamatan SMK dengan menerapkan pola asuh demokratis. Dimana pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mengedepankan kepentingan anak. Dalam pola asuh ini orang tua harus bersikap rasional dan mendasari tindakannya terhadap pemikiran-pemikiran dengan melihat realita dan memahami kemampuan anak.
Pola asuh ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dengan pendekatan yang hangat. Orang tua tersebut mengatakan bahwa “menerapkan pola asuh yang menurut saya baik, itu yang saya terapkan. Akan tetapi, saya lebih cenderung menerapkan pola asuh secara modern dan lebih cenderung membebaskan agar anak merasa nyaman dan bisa menentukan kemauannya secara sendiri. Akan tetapi, tetap diberi arahan agar sesuai dengan aturan di lingkungan sekitar”.
Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa orang tua yang dikategorikan ke dalam pola asuh demokratis adalah orang tua yang berusaha untuk mengarahkan anak agar dapat bertingkah laku secara rasional, dengan memberikan penjelasan terlebih dahulu pada anak. Pola asuh demokratis selalu berupaya untuk memberikan penjelasan kepada anak mengenai tuntutan dan disiplin yang ditetapkan, tetapi tetap menggunakan wewenangnya.
Orang tua memberlakukan serangkaian standar dan peraturan yang dilakukan secara sungguh – sungguh dan konsisten. Namun, terdapat kekurangan dari pola asuh demokratis ini, yaitu anak akan cenderung mendorong kewibawaan otoritas orang tua, bahwa segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak dan orang tua.
Pola pengasuhan orang tua terhadap anak tidak hanya sebatas pola asuh dalam bentuk demokratis. Beda keluarga tentu akan memiliki pola asuh yang berbeda pula. Diana Baumrind (1997) melakukan riset guna menyimpulkan pola-pola yang berkembang pada keluarga, diantaranya pola asuh authoritative (demokratis), authoritarian (otoriter), dan permisif. Baumrind mengatakan bahwa setiap pola asuh yang diterapkan memiliki kelemahan dan keunggulan.
Pada pola asuh otoriter, anak cenderung akan menarik diri dari pergaulan serta tidak pernah percaya terhadap orang lain. Pola asuh ini memiliki keunggulan ialah terciptanya anak dengan sikap yang disiplin dan taat akan aturan. Pada pola asuh permisif, dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya dari orang tua, anak akan menjadi kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Anak akan merasa kurang dalam hal harga diri, kendali diri, dan kecenderungan dalam mengeksplorasi suatu hal.
Namun, jika kebebasan tersebut dapat digunakan secara bertanggung jawab, akan menjadikan anak sebagai individu yang mandiri, kreatif, inisiatif, dan mampu mewujudkan aktualisasinya.
Dengan demikian, pola asuh orang tua umumnya sangat memengaruhi pembentukan karakter, sikap, perilaku dan kepribadian seorang anak. Pola bimbingan orangtua dalam mendidik anak dapat terlihat pada kemandirian, mengenali dan memahami dirinya, mampu membuat pilihan dan dapat merencanakan masa depannya. Pola pengasuhan dan cara pendekatan terhadap anak yang beragam akan menghasilkan karakter anak yang bervariasi pula. Anak dengan karakter luhur merupakan hasil dari pendidikan orang tua yang mumpuni, lingkungan sekitar yang sehat, serta penerapan nilai budaya dengan baik dan efektif (Edward 2006).
Status sosial ekonomi juga menjadi salah satu faktor penerapan pola asuh terhadap anak. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu keluarga, maka pola asuh yang diterapkan pada anak cenderung lebih baik. Namun, itu semua kembali kepada kemampuan kontrol emosi dari masing-masing individu. Dan kontrol emosi yang baik disertai dengan kehangatan yang tinggi merupakan realisasi dari pola asuh demokratis.
Disusun oleh:
Muhammad Luthfi Allam (FMIPA 56), Defina Listianti (FEM 58), Iqbal Muhaimin (FEM 58), Eunike Novelia Sembiring (FEM 58), Muhammad Danu Lindiansyah (FEM 58)
Penanggung jawab tulisan :
Muhammad Luthfi Allam (FMIPA 56)
Dosen Pengampu:
Yulina Eva Riani, SP., M.Ed., PhD dan Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, MSi. (*)