Dugaan kriminalisasi terhadap Antasari Azhar, mantan Ketua KPK ini blak-blakan membuka dan menyeret nama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Hary Tanoesoedibjo atau Hary Tanoe (HT).
“Saya sampaikan bahwa ada orang malam-malam datang ke rumah saya, orang itu siapa? Orang itu adalah Hary Tanoesoedibjo. Beliau diutus oleh Cikeas waktu itu. Siapa Cikeas? Ya, dia (Hary Tanoe) datang ke rumah saya minta supaya saya ga menahan Aulia Pohan,” ujar Antasari dalam konferensi pers di Kantor Bareskrim Mabes Polri yang menumpang di Gedung KKP, Jakarta, Selasa (14/2).
Kemudian dalam berita dan pernyataan langsung SBY terkait dengan talkshow berupa wawancara live Antasari Azhar di Metro TV, Selasa (14/2), inti persoalan dikaburkan dan melebar ke sana sini.
Sementara kini terang benderang, kunci polemik hukum antara SBY dan Antasari Azhar yang dijebloskan ke penjara di masa pemerintah SBY karena dakwaan pembunuhan, adalah Hary Tanoesoedibjo.
Antasari sampai pada pernyataan bahwa SBY, Presiden RI ke-6 itu melakukan intervensi hukum terkait dengan proses hukum yang dijalani besannya, Aulia Pohan, waktu itu menjabat salah seorang direktur di Bank Indonesia (BI).
Antasari didatangi HT yang ‘membawa’ pesan SBY. HT, seperti dikatakan Antasari, bernada mengangancam jika Aulia Pohan ditahan KPK. “Nah, itu ‘kan sudah jelas. Terang-benderang. Kalau memang SBY atau orang-orang di sekitar SBY tidak mengutus HT, maka langkah pertama yang harus dilakukan SBY adalah melaporkan HT ke Bareskrim Polri karena sudah melakukan perbuatan yang melawan hukum yaitu mengatasnamakan SBY tanpa izin,” ucap Antasari menanggapi SBY dan pihaknya yang melaporkan balik Antasari.
Sayang, baik dalam berita maupun penjelasan langsung SBY yang mereka sebut konferensi pers, padahal tidak ada tanya-jawab sebagai mana konferensi pers yang baku, sama sekali tidak menyinggung kedatangan HT ke Antasari.
SBY sebenarnya bisa di atas angin dan memenangkan ‘duel’ dengan Antasari jika kubu SBY bisa membuktikan bahwa kedatangan HT ke Antasari sebagai Ketua KPK saat itu bukan diutus atau disuruh kubu SBY. Gagang pisau ada di kubu SBY. Tapi, mengapa pengacara SBY justru melaporkan Antasari ke Bareskrim Polri? Ini yang jadi tanda tanya besar karena Antasari berbicara atas dasar fakta yaitu HT ‘menekan’ dia sebagai Ketua KPK agar tidak semena-mena terhadap Aulia Pohan yang merupakan besan SBY.
Soalnya, kalau kubu SBY tidak menyuruh atau mengutus HT ketemu dengan Antasari, maka artinya itu, HT sengaja menjerumuskan SBY sebagai seorang presiden yang melakukan intervensi terhadap proses hukum positif.
Alih-alih mau berjalan di koridor hukum, dalam cuitannya SBY justru menebar fitnah kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Ini cuitan SBY: “Yg saya perkirakan terjadi. Nampaknya grasi kpd Antasari punya motif politik & ada misi utk serang & diskreditkan saya (SBY).”(tribunnews.com, 14/2-2017).
Dalam cuitan ini SBY sudah membuat penafsiran yang tidak berdasarkan fakta sehingga hal itu masuk ranah fitnah karena tidak ada bukti hukum yang disampaikan SBY dalam cuitannya. Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang).
Kalau saja SBY berpikir lebih bijaksana sebagai negarawan yang dua kali terpilih sebagai presiden, maka tidaklah pantas seorang SBY melemparkan cuitan di atas karena pada masa kepemimpinannya dia sendiri memberikan grasi kepada seorang perempuan WN Australia yang mendekam di penjara sebagai terpidana narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya).
Ketika itu Indonesia dan dunia sedang gencar-gencarnya memerangi peredaran dan perdagangan gelap serta penyalahgunaan narkoba. Dengan grasi yang diberikan Presiden SBY kepada Schapelle Corby, maka hukuman Corby pun dikurangi dari 20 tahun menjadi 15 tahun penjara. Walaupun pemerintah, dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Amir Syamsuddin, mengatakan pemberian grasi itu atas dasar kemanusiaan jelas tidak masuk akal sehat karena jutaan rakyat Indonesia menderita dan mati sia-sia karena penyalahgunaan narkoba. Apakah kematian orang Indonesia karena narkoba itu tidak masuk ranah kemanusiaan?
Serangan balik dari SBY terhadap Antasari akan membuka mata rakyat tentang kebenaran yang hakiki karena mulai dari proses penyidikan sampai peradilan banyak hal yang disebutkan tim pengacara Antasari janggal. Paling tidak ada 10 kejanggalan yang disampaikan pengacara Antasari (kompas.com, 26/4-2016).
Yang tidak masuk akal lagi adalah cuitan iBas Yudhoyono: “Wahai Rakyatku & Saudara”ku. Janganlah kita larut dlm Demokrasi yg Menyesatkan (Fitnah). Masih bnyk cara yg lebih Ksatria menuju satu tujuan.” (kompas.com, 13/2-2017). Apa kapasitas Ibas memanggil ‘Wahai Rakyatku’? Ini tidak masuk akal karena yang punya hak dan wewenang menyebut ‘rakyatku’ adalah pemimpin tertinggi di satu negara, dalam hal ini di Indonesia adalah presiden.
Cuitan Ibas yang lain: “Kampungan, Sangat tidak berkelas Fitnah Keji Antasari kepada @SBYudhoyono . Busuk! Sangat terbaca segala motif penzoliman ini.(kompas.com, 13/2-2017). Kampungan berarti memakai cara-cara hidup dan berperilaku orang di kampung yang dalam hal ini tidak masalah bagi warga di kampung. Maka, agar tidak kampungan Ibas harus memberikan bukti hukum bahwa tuduhan Antasari yang mengatakan SBY melakukan intervensi terhadap prosen hukum Aulia Pohan tidak benar karena kubu SBY tidak pernah mengutus HT ketemu dengan Antasari.
Serangan balik SBY terhadap Antasari justru jadi bumerang jika tidak disertai dengan bukti otentik karena pernyataan hanya sekadar menyuarakan isi hati dengan ‘baper’(Red istilah trend: Bawa Perasaan).
Untuk mencegah ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum, maka kasus Antasari-SBY ini segeralah di ungkap. Pastinya ratusan juta rakyat bertanya dan miliki opini, “Ya Ampun..10 Tahun Indonesia Dipimpin Presiden Sadis.?” Semoga Presiden Jokowi dan jajarannya dapat mengungkap.