Medan, PostKeadilan – Kabar dari sejumlah masyarakat tentang Kepala SMP Negeri 3 Medan, Hj Nurhalimah Sibuea, S.Pd, M.Pd ‘Kebal Hukum’, bukan cerita isapan jempol saja. Pasalnya, pimpinan SMP Negeri 4 Medan itu selalu terlepas dari jeratan hukum.
Info yang diterima dari masyarakat, Nurhalimah disebut-sebut juga menjabat wakil Pimpinan Redaksi (Pimred) di suatu media cetak yang di kenal di Medan. Dan Ketua Komite nya adalah Pemred di media cetak lainnya. “Kalau Nurhalimah, dia wakil Pemred. Kalau Ketua komite nya, Pimred media TP,” ujar seorang oknum wartawan yang mengaku coba memediasi permasalahan pemberitaan yang dimuat PostKeadilan di edisi 23 dan 24 di warung kopi Mandala by pass, Sabtu (22/10).
Seperti diberitakan sebelumnya, terkait kasus PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) yang dilaporkan masyarakat, Nurhalimah dipanggil Polda Sumut (Baca Edisi 23). “Tidak usah lagi. Sudah kita kirim ke dinas. Ke Polisi pun sudah saya bawa semalam. Kantor Polisi Polda sana tanya,” ucap Nurhalimah kepada PostKeadilan ketika diminta data siswa baru kelas VII pasca PPDB di SMP Negeri 3 Medan, Rabu (7/9) lalu.
Nurhalimah sebut nama Nicholas, pihak Polda Sumut yang memanggil dan memeriksanya terkait seputar tudingan masyarakat tentang dugaan kecurangan PPDB di sekolah yang dia (Nurhalimah) pimpin.
“Jangankan sama kalian. Ke Polda pun sudah saya kirim. Kemana lagi mau dikirim.? tanya Kepala Sekolah ini bernada jengkel. Nurhalimah sebut, jumlah siswa kelas VII di SMPN 3 Medan 432 dengan 12 rombel. Artinya jika 432 dibagi 12, maka jumlah murid 36 / rombel.
Hasil investigasi beberapa hari kemudian, ternyata jumlah siswa yang dia (Nurhalimah) sebut itu tidak sama dengan informasi guru-guru dan siswa kelas VII yang ditemui di SMPN 3 Medan. Kuat dugaan, Nurhalimah lakukan pembohongan public?.
“Bukan segitu itu. Coba bicarakan ‘baik-baik lah sama ibu,” ujar para guru senada, ditemui di ruang guru SMPN 3 Medan, Jumat (30/9) lalu. Para guru yang ditemui, tidak bersedia beri keterangan tentang PPDB SMPN 3 Medan demi kawatir jadi bermasalah dengan dirinya.
“Satu kelas kami 37 orang,” jawab siswa kelas VII enggan sebut namanya ketika ditanya jumlah siswa si kelasnya, Jumat (30/9) itu di SMPN 3 Medan.
Kemudian dari pada itu, Istri pensiunan Polda Sumut ini akui sekolahnya menjual buku LKS (Lembar Kerja Siswa) yang disinyalir melanggar Permendikbud Nomor 8 tahun 2016, UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan serta Peraturan Mendiknas No 2/2008 tentang Buku.
Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota Medan, Masrul Badri sebut Dinas Pendidikan Melarang adanya Penjualan Buku LKS di sekolah-sekolah. “Ada surat larangannya. Dan itu sudah kita edarkan,” terang Masrul di ruang kerjanya kepada PostKeadilan, Rabu (19/10).
Diberitahu adanya temuan penjualan LKS di lingkungan sekolah, Masrul berjanji akan menyikapinya. “Laporan ini akan kita sikapi. Nanti kami akan segera panggil Kepala Sekolahnya,” pugkasnya. Namun hingga pemberitaan, Masrul tidak dapat ditemui. Dihubungi ke telepon seluler milik Masrul, tidak menjawab.
Halnya Nurhalimah, setelah berulang kunjungi SMPN 3 Medan, akhirnya ketemu juga, Senin (24/10) pagi. Dimintai klarifikasi terkait pemberitaan SMPN 3 Medan dan tentang dirinya seperti diberitakan PostKeadilan edisi 23 dan edisi 24, Nurhalimah tidak mau. “Saya mau ketemu sama Pemred kamu. Besok saya tunggu jam 7-8 lah,” putusnya.
Esok hari, Selasa (25/10) pagi, awak media ini kembai kunjungi Nurhalimah. Via seluler, Nurhalimah beri keterangan. “Macem mana pak , iya koperasi dan guru- guru pak. Guru- guru kan ingin memiliki siswanya itu memiliki referensi buku untuk untuk dikerjakan dirumah, untuk belajar disekolah, kerjakan disekolah,” jawab Nurhalimah ketika dipertanyakan payung hukum apa yang dipakai terkait penjualan buku LKS di sekolahnya itu.
Lanjut Nurhalimah, gurunya gak sempat menulis maka gurunya kasih kesepakatan dengan kawan kawan semuanya guru guru disini untuk memberikan LKS sebagai bahan rujukan anak- anak gito lo pak,” kilahnya.
“Dan itu menambah, menambah pembelajaran buat mereka. Kita udah lihat itu,” imbuhnya.
Disinggung tentang peraturan dan larangan penjualan buku LKS, Nurhalimah celetuk “Betul larangan itu juga kan ada hak sekolah pak. Itu lah dia hak sekolah itu membuat program sekolah itu bermutu. Kita sekolah bermutu pak, bagaimana untuk membelajarkan anak –anak. Itu kan bagi yang mau, yang gak mau ya gak apa apa pak. Disini saya banyak orang ini minta guru guru itu, maunya ada referensi gini-gini dari anak-anak, bagaimana, ya kita rapatkan. Karena disekolah itu kan KTSP, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jadi hak sekolah untuk menentukan itu,” jelas Nurhalimah.
“Bagaiman mau mengembangkan sekolah itu, bagaimana lebih bermutu. Ya kalau memang gak setuju ya nggak pa-pa, ya gak beli ya gak pa-pa, nggak ada paksaan pak. Bahkan kami membantu siswa, bisa dicek koperasi siswa yang kita santuni pak. Nggak usah sama saya pak, supaya lebih fair mainnya. Nama-namanya, nama orang tuanya lengkap disitu semua yang dibantu,” dalihnya.
Ditanya apakah menerima surat edaran tentang larangan penjualan buku LKS, Nurhalimah menjawab. “Iya edaran larangan, ada diterima, saya baca dikoran, situs internet ini banyak ni, disini saya buat saya download. Tapi kan itu semuanya harus kita jaring dari mana kemana, mau kita arahkan anak-anak ini. Kami, program pengembangan sekolah ini yang kami apakan pak , kami siapkan untuk anak didik gitu lebih baik,” pungkasnya. Bersambung………………….. Tim