Dikatakannya, pada Permen PANRB baru jika tidak dimungkinkan ada “loncat jabatan”, namun bagi dosen yang memiliki capaian outstanding diberikan skema akselerasi, sehingga akan menjadi insentif menarik bagi generasi muda yang berminat menjadi dosen. Aturan tentang akselerasi ini, sebutnya, dapat dirinci lebih jelas pada PermenPANRB khusus JF Dosen.
“Sebaliknya, sistem penilaian yang baru ini harus berani untuk memberhentikan dosen yang tidak menunjukkan kinerja yang baik. Perlu ada komite independen yang bertugas untuk menilai kinerja dosen berdasarkan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP). Komite ini diharapkan bisa melindungi aparatur sipil negara (ASN) dari subjektivitas penilaian pimpinan,” ucapnya.
Prof Arif, menyampaikan pelaksanaan Tridarma Perguruan Tinggi pada tingkat dosen bisa customized dan tidak pre-defined. Perguruan Tinggi perlu diberikan kewenangan untuk menetapkan proporsi tri-dharma seorang dosen sesuai dengan “passion”, minat dan kompetensinya, proporsi persentasenya perlu ditetapkan dalam pembahasan di peraturan yang baru. Selain itu, perlu diperhatikan penugasan pelaksanaan Tridharma tersebut.
Menurutnya, ke depan perlu ada satu single-application terkait kepegawaian dan administrasi lainnya. Aplikasi yang banyak saat ini sebaiknya perlu diintegrasikan/dihapus, sehingga dosen tidak disibukkan pada hal-hal yg tidak substantif. “Kesejahteraan dosen harus menjadi perhatian penyusunan peraturan yang baru karena tunjangan JF dosen tidak pernah naik. Tunjangan kinerja perlu diperjuangkan agar dosen dapat memperolehnya, “ ucap Rektor.