Jakarta, PostKeadilan – Kasus dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dan manipulasi pajak dibidang Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang melibatkan PT. Sido Bangun Plastic Factory, Kurator dan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Malang yang dilaporkan Nasional Corruption Wacth (NCW) ke Kejaksaan Agung, kini NCW menindaklanjuti laporannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketua Umum (NCW), Syaiful Nazar mengatakan laporan NCW atas kasus dugaan penyimpangan dan manipulasi hak-hak negara sebesar Rp. 22,7 Milyar di Kejagung ‘mandek, seolah ditelan bumi. Karenanya, NCW minta agar KPK usut kembali kasus itu.
“Laporan kami di Kejagung itu ‘mandek. Maka pada hari Selasa tanggal 31 Juli 2018, kami melaporkan secara resmi kasus dimaksud ke KPK. Dan pada hari itu juga kami melayangkan tembusan laporan tersebut kepada Presiden Joko Widodo, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indarwati, dan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Penerimaan Negara,” kata Syaiful Nazar kepada PostKeadilan, Kamis (2/8/2018).
Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan manipulasi yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp. 22,7 Miliar itu sudah dilaporkan NCW ke Kejaksaan Agung. Namun hingga saat ini tidak ada tindak lanjut dari Kejaksaan Agung alis tidak ada kabar beritanya.
Padahal, lanjut Syaiful Nazar, pada tanggal 29 September 2017, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Warih Sadono, menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan terhadap kasus tersebut.
Dalam Surat Perintah Penyelidikan itu, Jampidsus menetapkan 6 (enam) Jaksa untuk melakukan penyelidikan. Keenam Jaksa itu adalah : 1. Gerry Yashid SH,MH (Koordinator). 2. Muhammad Zubair SH (Ketua TIM). 3. Fernando Simbolon SH,MH (Wakil Ketua Tim). 4. Ferdiansyah Tri Nugroho SH (Sekretaris). 5. Bagus Hanindyio Mantri SH,MH (Anggota). 6. Taruli Phalti Patuan SH,MH (Anggota).
Keenam Jaksa itu diperintahkan agar melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan paling lama dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak Surat Perintah Penyelidikan dikeluarkan, agar segera melaporkan perkembangan hasil penyelidikannya kepada Jampidsus. Namun hingga saat ini kasus yang diduga merugikan negara sebesar Rp. 22,7 Miliar itu bagai ditelan bumi alias tidak ada kejelasan.
“Sampai sekarang ini kami tidak pernah mendapatkan klarifikasi atau jawaban dari pihak Kejaksaan Agung berkaitan dengan laporan kami itu. Karena itu, Nasional Corruption Watch melampirkan alat bukti berupa seluruh laporan dan kronologis kasus tersebut kepada KPK,” jelas Syaiful Nazar.
Hal yang sama, NCW menurut Syaiful Nazar juga sangat mengapresiasi dan mendukung upaya komisi anti rasuah Jepang, Anti-Briberry Commission of Japan (ABCJ). Dimana ABCJ yang telah menemui KPK Indonesia beberapa waktu yang lalu atas aduan praktik pungutan liar alias biaya ilegal yang diminta oleh pejabat-pejabat Indonesia, termasuk pejabat-pejabat Bea dan Cukai kepada pengusaha-pengusaha Jepang.
Menurut Syaiful Nazar, praktik pungutan liar itu disampaikan oleh Ketua Delegasi ABCJ, Kengo Nishigasi kepada KPK. Besaran pungutan bervariasi, yakni jutaan hingga milyaran rupiah. Biaya ilegal itu biasanya diminta oleh pejabat-pejabat Indonesia kepada pengusaha Jepang yang ingin membuat ijin usaha atau mengikuti lelang proyek dari pemerintah.
Delegasi anti rasuah Jepang itu juga meminta perlindungan dari KPK jika ada pengusaha Jepang yang ingin melaporkan praktik suap dari pejabat-pejabat Indonesia. Kengo Nishigaki mengakui bahwa pihak KPK bersedia memberikan perlindungan kepada pengusaha Jepang maupun saksi yang ingin melaporkan praktik-praktik suap. (R-01)