Jakarta, PostKeadilan – Berjalan keluar dari Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya dengan mengenakan kemeja berwarna oranye bertuliskan Dit Tahti (Direktorat Tahanan dan Barang Bukti), Ratna Sarumpaet yang di ‘tokohkan itu resmi jadi tahanan Polda Metro Jaya.
Sebelum di tangkap di Bandara Soekarno-Hatta, aktivis yang dulu paling getol minta Ahok (Mantan Gubernur DKI) di tangkap itu, tidak koorperatif ketika di panggil penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Jerry Raymond Siagian membenarkan, pihaknya telah melayangkan surat panggilan untuk Ratna pada tanggal 1 Oktober 2018, namun panggilan itu tak dipenuhi oleh Ratna.
Menurut Jerry, Ratna tak memberikan kabar mengenai alasannya tak menghadiri agenda pemeriksaan polisi. Hingga Kamis (4/10/2018) sore polisi mendapatkan kabar bahwa Ratna akan meninggalkan Indonesia. Ratna hendak terbang ke Cile guna menghadiri sebuah konferensi internasional.
Polisi kemudian berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan pencegahan bepergian ke luar negeri untuk Ratna.
“Kami lakukan penangkapan (Ratna Sarumpaet) malam ini karena panggilan kita tidak diindahkan. Kita tidak mau permasalahan seperti Habib Rizieq berulang, kabur ya kan,” ujar Jerry, Kamis (4/10/2018) itu, dilansir Kompas.com.
Ratna ditahan karena kasus kebohongan yang sempat menimbulkan polemik selama sepekan belakangan ini. Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kabar Ratna yang jadi korban pengeroyokan di sekitar Bandara Husein Sastranegara, Bandung, pada tanggal 21 September 2018. Ia mengaku dipukul dan diinjak di bagian perut saat menumpang sebuah taksi setelah menghadiri sebuah konferensi internasional.
Sejumlah politisi beramai-ramai mengonfirmasi kebenaran kasus ini langsung kepada Ratna Sarumpaet. Ratna membenarkan peristiwa pengeroyokan ini. Sejumlah tokoh ‘pembenci Ahok itu, sebut saja Amien Rais, Fadly Zon, Eggi Sudjana, Sandiaga Uno dan sebagainya, kemudian mengungkapkan simpatinya melalui berbagai cara. Ada yang mengunggah status di media sosial pribadi, ada yang mengungkapkannya lewat media massa.
Foto-foto Ratna dengan muka bengkak dan lebam yang beredar di berbagai media semakin meyakinkan publik, wanita 70 tahun itu jadi korban pengeroyokan.
Polri pun bersama-sama merunut cerita Ratna dan membandingkannya dengan fakta di lapangan. Ternyata nihil. Tak satu pun bukti pengeroyokan Ratna ditemukan.
Pada tanggal 3 September 2018, akhirnya Ratna buka suara. Ia mengaku jika perihal pengeroyokannya itu hanya bohong belaka. “Jadi tidak ada penganiayaan, itu hanya cerita khayal entah diberikan oleh setan mana ke saya, dan berkembang seperti itu,” kilah Ratna di rumahnya di kawasan Kampung Melayu Kecil V, Jakarta Selatan, Rabu (3/9/2018).
Ratna sudah meminta maaf. Namun, permintaan maaf tak lantas bikin Ratna aman. Polisi terus melakukan penyidikan terhadap kasus penyebaran berita bohong atau hoaks ini. Polisi menaikkan status Ratna menjadi tersangka. Polisi kemudian melakukan pemeriksaan kepada Ratna dan melakukan penggeledahan di kediamannya yang terletak di Jakarta Selatan.
“Jadi kenapa dilakukan penahanan, alasannya subyektivitas penyidik, jangan sampai melarikan diri, mengulangi perbuatannya, dan menghilangkan barang bukti,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jumat (5/10/2018).
Ratna dijerat pasal berlapis terkait tindakannya yang dinilai menyebarkan berita bohong soal penganiayaan yang dialaminya. “Kami kenakan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Pidana Hukum dan Undang-Undang ITE Pasal 28 juncto Pasal 45 dengan ancaman 10 tahun,” ujar Argo.
Penahanan Ratna berdasarkan surat perintah penahanan nomor SPH/925/10/2018 Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Farhat Abbas Laporkan 17 Tokoh Penyebar Hoax
Mengetahui hal kebohongan Ratna demikian, Farhat Abbas mendesak polisi segera memproses 17 orang yang dilaporkan, Ia meminta agar orang-orang yang dilaporkannya itu diproses atas tindak pidana ujaran kebencian alias hate speech dan penyebaran berita bohong atau hoaks.
“Kami bawa video rekaman Prabowo, wawancara Sandiaga Uno Twitter Fadli Zon sebagai bukti,” ucapnya.
Laporan itu bernomor LP/B/1237/X/2018/BARESKRIM dan sudah diterima polisi dengan nomor STTL/1007/X/2018/BARESKRIM. Farhat menganggap berita bohong mengenai penganiayaan Ratna yang disebarkan telah merugikan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
“Ini berkaitan dengan konspirasi dan permufakatan jahat, fitnah, Ratna Sarumpaet seolah-olah dizalimin,” tuding Farhat.
Farhat menilai Prabowo,kurang mempelajari dan tidak teliti dalam mengonfirmasi pengakuan Ratna.
Pernyataan pers yang disampaikan Prabowo pada Selasa (2/10/2018) malam dinilai untuk menggiring opini bahwa penganiayaan Ratna bersifat politis.
“Padahal yang dianiaya tidak ada,” pungkas politisi PKB ini.
Demikian dengan pernyataan Direktur Utama Simare PostKeadilan Indonesia,, K.I Simaremare. Sangat menyayangkan tindakan dari para tokoh-tokoh masyarakat demikian tanpa lakukan pengecekan kebenaran informasi yang di terima.
“Mereka itu orang-orang pintar. Tidak ada alasan terlalu gampang dibodohi seorang Ratna. Kalau ada suatu kejadian, di cek dulu kebenarannya, apalagi penganiayaan. Pastilah di mintakan visum. Ini tidak, langsung sekonyong-konyong mempersalahkan pemerintahan Jokowi. Pak Presiden yang lagi sibuk bekerja, terjun langsung dalam penanganan masalah gempa di Palu, eh.. itu tokoh sekenanya rame-rame sebar Hoax. Ampun dah,” ketus Simare, panggilan akrab K.I Simaremare di Bekasi, Sabtu (6/10/2018).
Masih kata Simare, berharap agar Polri komitmen dengan penegakan hukum yang ada. “Itu para tokoh masyarakat yang dilaporkan Farhat semoga cepat segera di proses. Karena mereka bukan orang sembarang, maka segeralah lakukan pemeriksaan. Jika di tunda-tunda, kawatir berdampak horizontal di bawah. Dengan proses hukum di jalankan nantinya, kiranya semakin terbuka mata hati masyarakat Indonesia tentang siapa pemimpin yang layak memimpin Negara ini, siapa tokoh-tokoh masyarakat yang layak mewakili suara masyarakat,” pungkas Simare (Tim)