Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mengomentari pernyataan pihak Kemendag terkait adanya mafia minyak goreng. Menurutnya, saat ini tidak ada mafia minyak goreng dan hanya ada ketidaktepatan kebijakan. Di sektor pangan memang ada mafia di sejumlah komoditas, tapi tidak ada di minyak goreng.
“Yang ada adalah ketidaktepatan dalam regulasi sehingga pengusaha mencari celah untuk mencari keuntungan,” kata Gobel dalam keterangan tertulisnya pada Senin (21/03/22). Menurutnya, saat ini adalah persoalan pengaturan dalam tata niaga. Kemudian permasalahan dalam kepemimpinan, manajerial, dan pendekatan dalam pengelolaan tata niaga minyak goreng.
Muhammad Luthfi dan Rachmat Gobel berlatar belakang sama: pengusaha. Sama – sama petinggi Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia. Gobel pernah menjabat Menteri Perdagangan dalam Kabinet Kerja 2014-2019. Tapi, hanya bertugas setahun, kena reshuffle. Tanpa kejelasan, apa sebabnya. Diganti Thomas Lembong.
Masuk akal kalau Gobel tahu persis, ada tidaknya permainan tidak sehat dalam distribusi minyak goreng. Termasuk dalam bisnis lain sebagai sebagai turunannya.
Mungkin karena dia pernah lama studi di Jepang. Boleh jadi mengetahui praktik sejenis mafia di negeri Sakura yang disebut Yakuza itu, beda dengan yang ada di dunia minyak goreng.
Luthfi masuk ke kabinet periode kedua rezim Jokowi. Menggantikan posisi Agus Suparmanto yang terkena reshuffle.
Dilantik 23 Desember 2020 lalu. Lulusan Purdue University, Indiana, Amerika Serikat tahun 1992. Pernah menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat (AS), 14 September 2020 – 23 Desember 2020.
Sebelumnya pernah Menteri Perdagangan dan Kepala BKPM di era SBY. Lalu di priode pertama Jokowi dia jadi Duta Besar di Jepang
Menilik identitas dan latar belakang kehidupan empat tersangka itu , memang “berbeda – beda”, namun tampaknya “tetap satu jua”.
Sama–sama penjahat ekonomi dan pelaku kejahatan kemanusiaan. Sama–sama punya akses ke pusat kekuasaan. Memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai “white collar crime” sejati.
Jika menelisik nama–nama tersangka, publik sepertinya memperoleh cahaya penuntun untuk menyebutnya “kejahatan dan pejahat itu” punya korelasi dengan pusat kekuasaan. Serentak, industri rumahan yang bernama medsos – medsos ramai–ramai urun rembuk.