Jakarta, PostKeadilan – Pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ketika melakukan operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (25/1) itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencari pengganti Patrialis tak ikuti cara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Seperti diketahui, Patrialis Akbar merupakan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang pencalonannya ditunjuk secara langsung oleh Presiden SBY.
Tak ingin meniru cara SBY, Jokowi akan mencari pengganti Patrialis secara transparan dan akuntabel. Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, Jokowi akan membentuk tim selesi hakim MK.
“Kebetulan kan Pak Patrialis dari unsur pemerintah. Nanti pemerintah, dalam hal ini Presiden, akan membentuk tim seleksi (timsel) hakim MK,” jelas Yasona, Sabtu (28/1), dilansir kompas.com.
Seleksi pun akan dilakukan secara terbuka, transparan, dan akuntabel. Yasona juga menegaskan, siapapun bisa mengikuti seleksi ini.
“Nanti secara terbuka, transparan dan akuntabel, timsel ini akan bekerja. Siapa yang mau mendaftar (menjadi hakim MK), silakan mendaftar ke timsel,” lanjutnya.
Selanjutnya, timsel akan menilai siapa yang cocok untuk menggantikan Patrialis sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. UU tersebut menyebutkan, hakim MK adalah sosok yang berintegritas, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak rangkap jabatan.
Yasona melanjutkan, syarat untuk mendaftar adalah WNI, berpendidikan sarjana hukum, usia minimal 40 tahun, tak pernah dijatuhi pidana penjara dengan hukuman lima tahun lebih, serta memiliki pengalaman di bidang hukum minimal 10 tahun.
Kini, menurut Yasona, Presiden masih menunggu surat resmi permohonan pembebastugasan Patrialis dari jajaran MK.
“Biar MK yang kasih surat resminya dulu. Nanti prosesnya di presiden,” ungkapnya.
Yasona saat ini masih belum bisa memastikan kapan pendaftaran akan dibuka. Begitu pula dengan siapa saja yang bakal menjadi tim seleksi hakim MK tersebut.
Sebelumnya, KPK menangkap Patrialis Akbar karena diduga menerima suap senilai USD 20.000 dan SGD 200.00 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Lantas, seperti apa rekam jejak Patrialis di dunia politik? Berikut ulasannya.
Patrialis Akbar pernah menjabat sebagai anggota DPR dari partai Amanat Nasional selama dua periode, yakni 1999-2004 dan 2004-2009.
Selanjutnya, di tahun 2009, Presiden SBY menunjuknya sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, jabatan ini hanya didudukinya selama 2 tahun sampai 2011.
Dua tahun kemudian, tepat pada 13 Agustus 2013, Patrialis mengucap sumpah jabatannya sebagai hakim konstitusi dengan masa jabatan 2013-2018.
Jabatan ini melengkapi jejak karier Patrialis sebagai legislatif, eksekutif, dan yudikatif di Indonesia.
Namun, dibalik itu, ternyata upaya Patrialis untuk menjadi Hakim Konstitusi cukup berliku. Bahkan, ia sempat dua kali gagal menduduki posisi tersebut.
Pada 2009, Patrialis mengikuti seleksi sebagai calon Hakim Konstitusi dan unsur legislatif menggantikan Jimly Assidiqie. Seleksi yang dilakoninya menjelang akhir masa jabatan sebagai Anggota Komisi III DPR ini gagal dilaluinya pada tahap fit and proper test.
Empat tahun kemudian, tepatnya pada Februari 2013, Patrialis kembali mencoba mengikuti seleksi hakim konstitusi untuk menggantikan Mahfud MD. Namun, ia memilih untuk mengundurkan diri serta tak mengikuti tahap fit and proper test di DPR.
Meski begitu, enam bulan kemudian Presiden mencalonkan Patrialis sebagai satu-satunya calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dari unsur pemerintahan.
Namun, penunjukan ini sempat memicu kontroversi. Pencalonannya dianggap cacat hukum dan mengabaikan rekam jejak Patrialis. Bahkan, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi menilai penunjukannya ini tidak transparan dan partisipatif.
Setelah tiga tahun menduduki jabatan hakim konstitusi, Patrialis terkena OTT yang digelar KPK pada Rabu (25/1) malam, di sebuah hotel esek-esek di Jakarta. R0-1/BS