HUMBAHAS POSTKEADILANProgram lumbung pangan atau populer dikenal sebagai program food estate, menjadi salah satu strategi pemerintah guna memperkuat produksi pangan di dalam negeri di tengah dinamika global yang diliputi ketidakpastian. Salah satu lokasi pengembangan food estate adalah Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten Humbang Hasundutan dengan komoditas unggulan hortikultura seperti kentang, bawang merah serta bawang putih. Belakangan, sorotan terhadap food estate kembali mengemuka. Tak pelak, para petani di kawasan produksi pangan yang relatif baru dibuka tersebut turut bersuara.
Amintas Lumban Gaol, Tokoh petani sekaligus Ketua Kelompok Ria Kerja Desa Ria Ria mengaku kaget saat dikonfirmasi pemberitaan kegagalan di lokasi food estate. “Siapa yang bilang gagal? Tanyalah langsung ke kami kalau mau tau yang sebenar benarnya. Saya sendiri pelaku sejarah food estate sejak persiapan dibuka sampai sekarang. Saya merasakan sendiri manfaat program Pak Jokowi ini,” ungkap Amintas dengan nada keras.
Menurutnya, sejak lahan tidur di daerahnya dibuka oleh Kementerian Pertanian tengah hingga akhir tahun 2020 lalu, banyak perubahan yang dirasakan masyarakat setempat. “Kami jadi punya lahan budidaya. Bisa tanam bawang dan kentang. Jalan juga dibagusin. Pengairan juga dibuatkan. Sarana lain diberikan pemerintah secara cuma-cuma. Hasil produksinya pun makin kesini juga makin bagus, asalkan petani ulet dan rajin mengolah lahan,” tandasnya. Terkait sorotan miring terhadap Kementan, dirinya spontan membantah. “Kami petani dan masyarakat justru sangat berterimakasih dengan Kementan yang telah membantu penuh kami sejak awal sampai panen musim pertama. Pendampingan mereka kami rasakan sangat intensif dari awal program sampai 2021 lalu. Saya sendiri saksinya,” imbuh Amintas.
Senada, Haposan Siregar, tokoh adat sekaligus petani setempat mengaku heran dengan opini yang menyebut kegagalan program food estate di daerahnya. “Coba tengoklah sendiri ke lahanku. Apanya yang gagal? Sejak awal tanam sampai sekarang, ada lah hasilnya. Bawang putih pun bagus disini,” kata Haposan. “Kami tak terima kalau dibilang gagal, karena kami tau program Bapak Jokowi ini bertujuan baik untuk kami. Tengoklah, banyak petani yang memang rajin ke lahan, hasilnya pun bagus. Kami inginnya program ini dibagusin dan dilanjutkan, bukan dihentikan” ujarnya.
Laurensus Siregar, petani kelompok Karejo, mengaku sangat bersyukur dengan adanya program food estate di daerahnya. “Berkat ikut FE ini, aku bisa dapat penghasilan tambahan yang lumayan dari tanam kentang dan bawang merah. Dari awalnya lahan tidur, sekarang jadi lahan subur. Saya bisa beli motor murni dari hasil jual panen kentang. Bawang merah batu ijo yang kutanam pun bagus hasilnya disini, bisa dapat 300 kilo per rante (1 rante 400 m2- red),” ungkap Laurensus.
Begitupun dengan Rusman Siregar, petani champion yang kini mengelola 7 hektar lebih lahan bermitra dengan PT Parnaraya. Sejak mulai dibuka food estate, dirinya bersama keluarga menanam kentang dan hasilnya dirasakan cukup lumayan. “Pendapatan kami meningkat berlipat lipat dibanding sebelum ada program ini. Meski lahan kami termasuk sulit aksesnya, tapi hasilnya lumayan. Bantuan motor roda 3 dari Kementan tahun 2020 lalu sangat membantu keseharian kami di lahan,” kata Rusman dengan logat khasnya.
Petani lain yang coba dihubungi umumnya mengaku berterimakasih kepada Pemerintah yang telah memberikan program food estate di daerah tersebut. Ingot Sitohang, petani food estate berharap pemerintah terus mendampingi program tersebut sampai petani bisa mandiri. “Pastilah ada kekurangan sana sini, tapi secara umum program ini sangat bermanfaat. Meski ada kekurangan, kami tetap semangat menggarap lahan kami,” ungkap Ingot.
Dikonfirmasi terpisah, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto menyebut program Food Estate di Kabupaten Humbahas merupakan hasil kerja bersama berbagai pihak. “Kami di Kementerian Pertanian mendapatkan mandat untuk bersama-sama stakeholder terkait membangun kawasan food estate di Humbahas. Kami bekerja sesuai perencanaan dan hasil survey investigasi desain atau SID. Kami merintis pembukaan lahan yang benar-benar baru di area hamparan seluas 215 hektar, ternyata hasil produksinya cukup baik untuk ukuran perdana. Seiring proses perbaikan sifat fisik kimia tanah, pemantapan prasarana irigasi dan jalan serta pendampingan ke petani, produktivitasnya menunjukkan trend perbaikan,” ujar Prihasto.
Berdasarkan data yang dihimpun, pada musim tanam pertama yang dipanen di awal tahun 2021, produktivitas bawang merah rata-rata 5,7 ton/ha, bawang putih 2,7 ton/ha dan kentang industri 10,2 ton/ha. Pada musim tanam berikutnya tercatat adanya peningkatan hasil panen di lahan-lahan yang digarap petani baik secara mandiri maupun yang bermitra dengan offtaker. “Sebagai contoh untuk kentang kemitraan dengan PT Indofood bisa menghasilkan lebih dari 20 ton/ha, bawang putih kemitraan dengan PT Parna Raya ada yang mencapai 6,5 ton/ha dan bawang merah petani mandiri ada yang sudah mencapai 7,5 ton/ha,“ terang Prihasto.
Hingga saat ini dari seluruh lahan yang berhasil dibuka seluas 215 hektar di Musim Tanam tahun 2020, sekitar 70% lahan bisa terjaga keberlanjutan usahataninya. Selebihnya belum terkelola kembali karena berbagai faktor diantaranya kepemilikan lahan dan keterbatasan aksesibilitas di dalam kawasan.
Sejak April 2021, pengelolaan kawasan FE Sumatera Utara dilaksanakan oleh Tim Transisi yang dipimpin Bupati Humbahas dan Tenaga Ahli Kemenko Marves. Berdasar pemantauan langsung di lapangan, tampak berbagai upaya dilakukan tim tersebut untuk mencapai target perluasan lahan yang digadang sampai 1.000 hektar. Pola pengembangan kawasan dilakukan dengan cara kemitraan antara kelompoktani dengan offtaker atau swasta, agar petani mendapatkan jaminan pemasaran serta terjadi alih teknologi dari mitra offtaker kepada petani setempat. Dengan pola tersebut diharapkan petani semakin mandiri dan usaha agribisnis di kawasan tersebut semakin tertata