Lismaria Marbun selama ini memberikan makanan dari mengutip hasil sisa makanan yang ada dipinggir jalan. Itu lah makanya terbersit dengan sebutan Parnab (Parnasi Babi). Kalau mereka membeli pakan bagi ternak mereka tidak ada uang. Mereka rela bangun subuh hari berkeliling seputaran kota medan mengais ngais sampah dengan harapan mereka mendapatkan nasi sisah untuk ternak mereka. Mereka juga tak enggan mengambil plastik plastik yang bisa dikumpulkan untuk dicuci dan dijual kembali ke penampungan plastik bekas. Terkadang mereka dicurigai dan pernah dilaporkan sebagai pencuri.
Lismariamengatakan, “kami juga mengumpulin sampah sampahdipinggiran jalan pak, dengan harapan kami bisa jual kembali untuk menambah uang kami untuk kami pakai sehari hari”.
Peternak selama ini sudah mengalami tiga kali musibah Covid. Pertama di tahun 2019 Covid 19, selanjutnya ternak mereka mengalami Virus ASF dan ternak mati, selanjutnya sekarang juga di Desember 2022 ini ternak mengalami ASF juga dan rugi ratusan juta. Peternak saat ini tidak tahu mau mengadu sama siapa lagi untuk kesulitan kesulitan mereka, tidak ada sama sekali yang dapat menanggapi keluh kesah mereka sebagai peternak yang B2 nya mati dan kerugian ratusan juta yang mereka alami.
“Kami memilih jadi peternak agar mereka jauh dari kata pencurian dan Narkoba. Kalau kami tidak beternak lagi, apakah mungkin kami jualan Narkoba Pak?”. Kalau kami nanti jualan Narkoba, bisa bisa penjara penuh dan tingkat kriminalitas bertambah pak. Kami tidak mau menginginkan itu Pak.”Kata Lismaria dengan meneteskan air mata.
Lismariajuga menerangkan, kalau di restoran-restoran atau dirumah makan kami juga terkadang sampai mengharuskan membeli dari mereka agar mereka mau membantu mengumpulkan nasi sisa itu. Sampah dan nasi sisa dan sampah bekas itu bisa dikumpulkan sehari sebanyak 1500 kg/hari. Kalau dalam sebulan bisa mencapai 45.000 kg/bulan. Itu baru dari satu peternak saja. Bagaimana kalau dari ratusan bahkan ribuan peternak yang ada di Sumatera Utara ini.