Jakarta, PostKeadilan – Diduga terima suap, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Manado, Mariyono diadukan kepada Jaksa Agung HM Prasetyo oleh John Hamenda. Menurut John Hamenda melalui kuasa hukumnya Napal Januar Sembiring, pihaknya mengadu kepada Jaksa Agung karena Kejari Manado memutuskan berkas perkaranya yang disidik Polres Manado telah lengkap (P21) pada tanggal 2 Mei 2019.
“Selain itu ada semacam target atau upaya Kejari mempercepat pelimpahan berkas klien kami ke pengadilan untuk disidang,” tuding Napal diujung telepon seluler miliknya, Minggu (19/5/2019) malam.
Menurut Napal, sesuai surat JAM Pidum Nomor B-230/E/Ejp/01/2013 tertanggal 22 Januari 2013 kepada semua Kajati soal penanganan perkara pidana umum yang obyeknya berupa surat tanah, ada beberapa poin yang harus diperhatikan.
“Terutama poin ke enam surat JAM Pidum yang menyebutkan jika terdapat gugatan atas barang atau tanah maka perkara pidananya dapat ditangguhkan atau dipending sampai tunggu putusan pengadilan dalam perkara perdatanya,” bebernya.
Pedomannya adalah pasal 81 KUHP, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1956 dan SEMA Nomor 4 Tahun 1980. Sedang poin ke tujuhnya jika perkara pidana dapat atensi pimpinan maka jika dipandang perlu dapat diminta ekspose di Kejaksaan Agung sebelum berkas dinyatakan P21 atau sebelum perkaranya dilimpahkan ke pengadilan.
“Nah kini soal kepemilikan tanah yang menjadi sengketa sedang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan klien kami selaku penggugat dan para pelapor selaku tergugat. Selain itu adanya sidang gugatan di PTUN Manado sejak 2018 dan kini tahap banding,” tutur Napal.
Dikatakannya juga kalau kliennya sudah melaporkan balik para pelapor ke Bareskrim Mabes Polri pada 15 April 2019 dengan Surat Tanda Terima Laporan (STTL) Nomor 263/II/Bareskrim dengan terlapor yaitu Aryanto Mulja, Subagio Kasmin, Siman Slamet, Ratna Purwati Nicolas Badarudin dan Deny Wibisono Saputra.
Para terlapor tersebut disangka melanggar tiga pasal yaitu pasal 266, 372 dan 385 KUHP. Turut juga dilaporkan Notaris/PPAT Karel Linduat Butarbutar dengan STTL Nomor 0171/II/Bareskrim pada 15 Februari 2019 dengan dugaan melanggar pasal 421 KUHP.
“Karena itu dengan ada gugatan perdata dan klien kami melapor ke Bareskrim, Kejari Manado seharusnya mematuhi surat JAM Pidum dengan tidak segera melimpahkan berkas klien ke pengadilan. Atau dipending dulu sampai ada putusan perdatanya,” kata Napal.
Sementara Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia (DPP SPRI), Mandagi yang mendapat laporan dan permohonan bantuan pendampingan dari John Hamenda terkait kasus ini, menilai kinerja Kejari Manado sangat tidak profesional karena memaksakan kasus John Hamenda P21.
“Jaksa Agung harus membuat ekspose atau gelar perkara di Jakarta dulu terkait kasus John Hamenda sebelum dilimpahkan ke pengadilan karena ada laporan dugaan suap 5 Milyar Rupiah terkait P21 kasus ini,” ucap Mandagi.
Ia juga menegaskan, kasus ini menarik atensi DPP SPRI karena Institusi Pers masih dipercaya masyarakat untuk menjalankan fungsi pengawasan dan kontrol sosial.
“Karena berdasarkan Pasal 6 UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers memberi tanggung-jawab kepada Pers Nasional untuk melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran dalam rangka memperjuangkan keadilan dan kebenaran, sehingga dugaan praktek mafia hukum dalam penanganan kasus John Hamenda ini tepat menjadi sorotan kami,” terangnya.
Menurut Mandagi, Jaksa Agung HM Prasetyo harus mampu membersihkan institusinya dari praktek mafia hukum, termasuk dugaan suap 5 Milyar Rupiah dalam meloloskan P21 perkara.
“Mari kita kawal kasus ini. Kita buka terang-terangan duduk permasalahannya. Jangan salah gunakan jabatan. Jika terbukti bersalah, harus kena sangsi berat,” pungkas Mandagi.
Ditempat terpisah sebelumnya, Kejaksaan Agung melalui bidang pengawasan tengah mengkaji pengaduan pihak John Hamenda. Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Yusni menyatakan laporan tersebut kini sedang ditelaah dan diteliti Insektur Lima Mangihut Sinaga.
“Ya memang laporan pengaduannya (John Hamenda) sudah masuk dan sudah kami terima. Tapi sekarang ada di Inspektur Lima dan sedang diteliti dan ditelaah,” ujarnya di Kejagung, Jumat (10/5/2019) itu.
Terkait dugaan suap melatarbelakangi percepatan berkas dinyatakan lengkap (P21), Yusni menyatakan semuanya akan diteliti. “Itu pun (red: dugaan suap) juga kita teliti,” tukasnya.
Seperti diketahui, John Hamenda melalui kuasa hukumnya Napal Januar Sembiring pada kompersnya di Jakarta, Kamis (9/5/2019) itu seusai mengirim surat pengaduan mempertegas ada dugaan suap karena adanya keganjilan, yakni upaya Kejari Manado mempercepat pelimpahan berkas kliennya ke pengadilan untuk segera disidangkan.
Padahal, kata Napal, kliennya sedang menggugat para pelapor secara perdata terkait sengketa kepemilikan tanah di kota Manado melalui Pengadilan Negeri Jaksel dan ada gugatan di PTUN Manado sejak 2018 maka berkas klien kami harus dipending.
“Kami pun minta Kejagung gelar perkara klien kami secara internal,” tegasnya.
Kajari Manado, Maryono, Senin (13/05) lalu langsung menjawab hal laporan pengaduan tersangka John Hamenda ke Kejaksaan Agung ini kepada sejumlah media. “Terkait berita terima suap miliaran dalam menangani perkara John Hamenda, kami nyatakan berita tersebut tidak benar,” kilah Maryono.
Lebih lanjut, dirinya menekankan kalau dalam menangani kasus tersangka Hamenda pihaknya bekerja dengan profesional. “Kami menangani perkara secara profesional. Itu bentuk kepanikan tersangka yang sudah pernah dihukum 20 tahun penjara karena korupsi menjebol bank BNI. Kalau merasa tidak bersalah mengapa mesti takut menghadapi masalah hukum,” bebernya.
Tak hanya itu, Maryono juga menguraikan kronologis kasus tersangka Hamenda yang memang mengarah ke pidana murni dan disangkakan dengan Pasal 385 dan 372 KUHPidana.
“Secara singkat kami jelaskan kronologi perkara yang kami tangani, Hamenda kerja sama dengan para investor (saksi Danny Wibisono, dkk) untuk menanam modal bagi hasil dalam pengelolaan mall, perkebunan dan sebagainya. Tapi setelah investor menyerahkan uang sekitar 60 miliar ternyata usaha tersebut sudah 2 tahun tidak jalan dan Hamenda tidak bisa mengembalikan uang insvestor tersebut,” papar Maryono.
Lanjutnya, sehingga kemudian dia (Hamenda) menyerahkan 2 bidang tanah/sertifikat dengan kuasa menjual yang dituangkan dalam akta notaris. Selanjutnya tanah tersebut dijual oleh investor kepada pihak lain yaitu, saksi korban Ridwan Sugianto dan telah dibalik nama kepada pembeli tersebut.
Selain itu, Kajari Manado juga menjelaskan kalau tanah yang telah dibeli itu dalam kasus pembobol BNI ternyata disita oleh penyidik. Dan dalam putusan Mahkamah Agung (MA) RI akhirnya diperintakan untuk dikembalikan kepada investor.
“Tanah tersebut sebelum dijual oleh para insvestor sempat disita oleh penyidik karena dianggap masih asset milik tersangka yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Namun sesuai putusan MA kedua bidang tanah tersebut dikembalikan kepada insvestor.Akan tetapi meskipun sudah dibeli oleh saksi korban Ridwan Sugianto, namun Hamenda tetap menduduki tanah tersebut dan malah menyewakan kios-kios yang ada di atasnya yang hasilnya tidak diserahkan kepada saksi korban,” ulas Maryono.
Kajari ini ulangi, perkara ini murni perkara pidana dan tidak ada rekayasa dalam penerbitan P21.
“Perbuatan tersangka melanggar pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah dan penggelapan pasal 372 KUHP,” kunci Kajari Manado itu.
Pernyataan Kajari Maryono demikian diatas direspon Napal. “Kalau kita baca dan pelajari Kronologis Putusan Perkara Pidana atas nama John Hamenda, maka artikel diatas tentang penjelasan Kajari Manado tentang Putusan Pidana atas nama John Hamenda adalah TIDAK BENAR, dan Kajari Manado menurut saya TIDAK MENGUASAI ISI PUTUSAN PERKARA PIDANA atas nama John Hamenda,” tulis Napal via WhatsApp kepada PostKeadilan.
Dan Napal tulis WhatsApp terakhirnya. “Klien saya Bapak John Hamenda sesuai fakta-fakta hukum yang telah saya uraikan dan sampaikan seperti tsb diatas adalah TIDAK BERSALAH, tapi kenapa oleh Polresta Manado telah dijadikan TERSANGKA dan selanjutnya oleh Kajari Manado telah diterbitkan P-21, alangkah berat benar perjuangan Klien saya dalam memperjuangkan haknya, saya selaku Kuasa Hukum Bapak John Hamenda hanya menyampaikan kepada kita semuanya bahwa ada pomeo yang mengatakan LEBIH BAIK MEMBEBASKAN 100 ORANG YANG BERSALAH, DARIPADA MENGHUKUM 1 ORANG YANG TIDAK BERSALAH” Bersambung…………. (Tim)
Bersambung…………. (Tim)