Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
Example 728x250
Headline NewsHukrimJakarta

Dua Saksi Ungkap UKW DP Bukti Ketidakjelasan Tafsir UU Pers

3
×

Dua Saksi Ungkap UKW DP Bukti Ketidakjelasan Tafsir UU Pers

Sebarkan artikel ini

Jakarta, PostKeadilan – Dua orang saksi dihadirkan pada sidang lanjutan perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tentang Pengujian UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap UUD 1945 di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (26/1/2022) bicara tentang pelaksanaan Uji Komptensi Wartawan di Dewan Pers merupakan bukti terjadinya ketidakjelasan tafsir Undang-Undang Pers.

Saksi Dedik Sugianto selaku Ketua Umum organisasi pers Sindikat Wartawan Indonesia menjelaskan kepada Majelis Hakim MK mengenai kerugian konstitusionalitas organisasi pers akibat ketidakjelasan tafsir Pasal 15 Ayat (2) huruf f dan Ayat (5).

Karena kesalahan tafsir tentang UU Pers tersebut menyebabkan kesepakatan organisasi-organisasi pers pada tahun 2006 tentang peraturan standar organisasi wartawan dijadikan Dewan Pers menjadi Peraturan Dewan Pers.

“Akibatnya kami yang mendirikan organisasi pers sesudah tahun 2006 itu kehilangan kesempatan membuat peraturan pers. Seharusnya kesepakatan bersama itu menjadi peraturan masing-masing organisasi pers termasuk SWI meski tidak ikut menyusun dan memutuskannya,” ungkap Dedik.

Akibatnya, menurut Dedik, pihak SWI sebagai organisasi pers berbadan hukum yang diakui negara melalui SK Menkumham Nomor : AHU-0011935.AH.01.07 Tahun 2017 tidak pernah diajak atau diundang Dewan Pers untuk mengusulkan pencalonan anggota Dewan Pers dan kehilangan hak untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers.

Dedik juga memaparkan contoh konkrit kerugian konstitusional pihaknya karena Dewan Pers sebagai fasilitator justeru membuat Peraturan Pers yakni Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 Tentang Standar Kompetensi Wartawan.

Peraturan ini menurutnya sangat merugikan wartawan Indonesia dan mengganggu sistem sertifikasi kompetensi kerja nasional Indonesia.

“Sebab UKW yang dilaksanakan Dewan Pers menggunakan penguji kompetensi yang tidak memiliki Sertifikat Asesor yang dikeluarkan oleh BNSP. Padahal setiap penguji kompetensi wajib bersertifikat Asesor Kompetensi. Dan Lembaga Pengujinya pun wajib berlisensi BNSP,” terangnya.

“Seharusnya wartawan yang diuji kompetensi memiliki sertifikat dari BNSP yang sah dan diakui pemerintah serta dunia internasional,” jelas Dedik.

Oleh karena kerugian konstitusionalitas itulah Dedik mengatakan, pihaknya selaku Ketum SWI ikut membentuk Dewan Pers Indonesia yang Independen sesuai amanah UU Pers melalui Kongres Pers Indonesia 2019 yang demokratis.

“Sayangnya setelah saya mencalonkan diri dan ikut terpilih sebagai Anggota Dewan Pers Indonesia namun pengajuan penetapan Keanggotaan DPI tidak kunjung ditetapkan melalui SK Presiden meski sudah diajukan ke Presiden,” urainya.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.