Bekasi, PostKeadilan – Seorang debitur pinjaman uang secara online, sebut saja Tari, mengaku dapat ancaman dari banyak orang. Diduga para pengancam ini berupa jaringan penagihan yang dibentuk Kreditur Online.
Tragedi ini berawal pada bulan April 2020, Tari tertarik meminjam uang secara online tanpa agunan.
“Saya buka aplikasi pinjaman online itu. Ikuti petunjuk yang diarahkan. Saya kirim foto, KTP, nomor HP saya, suami, keluarga serta teman dekat dan data-data pribadi seperti Facebook yang diminta mereka. Peminjaman Rp. 1.700.000,- yang masuk ke rekening saya Rp. 1.200.000,-. Waktu tak sampai sebulan, pelunasan Rp. 1.900.000,-. Kalau perpanjang, bayar bunganya Rp. 500.000,- Awal sudah pernah bayar. Tapi entah bagaimana, masuk aplikasi pinjaman lain. Banyaklah.. Saya jadi bingung,” beber Tari kepada PostKeadilan, Sabtu (20/6/2020) malam di Bekasi.
Didampingi Abang dan Kakaknya, Tari menyesalkan adanya bahasa kotor dan ancaman yang dilontarkan dari banyak nomor WhatsApp (WA) tak dikenal kepada diri dan keluarganya. “Inilah bahasa-bahasa mereka bang,” ucapnya sembari perlihatkan sejumlah chat WA.
Awak media ini pun mencoba menghubungi dan mempertanyakan ke nomor-nomor WA tersebut secara Video Call. Namun tak satupun berani perlihatkan wajah. Mereka hanya bicara dan chatting.
“Tanya sama dia, mau bayar atau kami sebarkan perilaku busuk’nya,” ujar pria tak dikenal diujung telepon selulernya.
Singkat cerita, Tari dan keluarga sepakat memblokir nomor tak dikenal tersebut.
Kemudian hari, Senin (22/6/2020) malam. Tari kembali ceritakan ancaman dari orang tak dikenal. “Mereka katanya mau suruh debt colector ke rumah. Bagaimana itu bang?,” tanya ibu satu anak ini bernada isak. Terlihat wajah ketakutan yang mendalam tergambar di paras mukanya.
“Tolonglah bang, bantu saya,” imbuhnya.
Awak media ini pun sarankan agar Tari melaporkan ke pihak berwajib. Sejurus kemudian, Tari menghubungi suaminya yang kini sedang bertugas di Lombok.
“Kata suami saya, tunggu dia pulang,” simpulnya.
Seperti diketahui, ketentuan pidana mengenai pengancaman diatur dalam Bab XXIII tentang Pemerasan dan Pengancaman Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Mengenai ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Lebih jauh, jika ancaman tersebut melalui media elektronik, pelaku pengancaman dapat dikenakan pidana berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik(UU ITE) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016) yaitu Pasal 29 UU ITE jo. Pasal 45B UU 19/2016, dengan bunyi sebagai berikut:
Pasal 29 UU ITE
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 45B UU 19/2016
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). Bersambung.. (R-01/Dahlan)