Bekasi, PostKeadilan – Kasus pelaporan dugaan memasuki pekarangan tanpa ijin yang di laporkan seorang mantan ketua Koperasi inisial P, yang awalnya melaporkan pengurus koperasi KOPTI (Koperasi Tahu Tempe Indonesia), akhirnya menyadari kekeliruannya.
Kepada awak media, P yang awalnya bersikukuh bahwa kantor koperasi KOPTI adalah kepunyaan pribadinya, mengaku bahwa kantor tersebut adalah milik koperasi yang pernah dipimpinnya.
“Memang kantor tersebut milik koperasi. Saya sebagai pendiri koperasi berikutnya bersama teman-teman mengolah koperasi di kantor itu. Saya di angkat sebagai ketua ketika Koperasi lama yang dulunya berdomisili di Bekasi Kota bubar,” jelas P di tempat kediamannya, Tambun Selatan, Senin (12/11/2018) malam.
Menurut P, Kantor itu merupakan aset koperasi KOPTI lama yang pada saat itu di ketuai (Alm) Dana Swara Majid dan sekretarisnya Mamik.
“Sebelum wafat, (alm) Dana Swara beritahu ke saya tentang aset-aset milik Koparasi untuk di bagi-bagi kepada anggota koperasi. Dan itu saya laksanakan. Untuk kantor koperasi sekarang, pada tahun 2008 kami mendirikan Koperas KOPTI yang baru,” ungkapnya.
Lebih lanjut P bercerita bagaimana dirinya mengundurkan diri dan kepemimpinannya yang kemudian di serahkan kepada Mulyadi yang kala itu menjabat sebagai bendahara koperasi yang di ketuainya.
Masa kepemimpinan Mulyadi, anggota koperasi lain melapor ke P bahwa Mulyadi bersama Munajib bermaksud akan menjual kantor tersebut. Mengetahui gelagat demikian, P pun bercerita kepada (alm) Heri yang kala itu adalah pengawas Koperasi.
“Beliau (alm Heri) yang punya inisiasi dalam pengurusan Akte Hibah. Saya tidak tahu menahu dan Akte Hibah itu di buat tahun 2011. Hal itu kata pak Heri agar Mulyadi cs tidak bisa menjual atau menggadaikan kantor. Toh mereka (Mulyadi dan Munajib) juga tidak termasuk anggota koperasi Kopti yang lama. Artinya mereka tidak punya hak,” ucap P.
Kepada awak media ini juga P berandai jikalau dirinya punya niat jelek, surat-surat dan akte jual beli kan ada di dirinya, dapat dengan mudah menjual atau mengontrakkan kantor tersebut.
“Namun karena kecintaan saya kepada Koperasi dan teman-teman seperjuangan, itu tidak saya lakukan,” imbuhnya.
Di gali lebih dalam mengapa P sampai melaporkan ke Polisi, dirinya mengungkap karena keingin tahuan Mulyadi cs tentang keberadaan surat kepemilikan kantor tersebut.
Di hari yang sama beberapa jam sebelumnya, Mulyadi bercerita ke PostKeadilan bahwa P melaporkan dirinya dan ketua Koperasi Kopti yang kini di ketuai oleh Teguh. Jelas laporan itu membuat Teguh dan Mulyadi tidak terima. Sedemikian dengan Munajib yang kini menjabat menjadi pengawas di Koperasi itu pun tak terima.
“Sekitar 2 tahun lalu kami ke kantor desa mempertanyakan tentang status tanah kantor ini. Pihak desa cerita bahwa ada Akte Hibah dari Mamik kepada P. Kami tanya kepada Mamik, Mamik mengakui bahwa tidak pernah menghibahkan tanah kantor tersebut,” ujar Munajib di dampingi Teguh dan pengurus koperasi lainnya di kantor Kopti, Cikarang, Senin (12/11/2018) siang.
Di pertanyakan kepada Mamik tentang kebenaran tersebut, Mamik tidak menampiknya. Kata Mamik, dirinya ketika itu hanya menyerahkan aset-aset sisa miliki Koperasi Kopti yang lama kepada pengurus koperasi Kopti yang baru.
“Kami sudah minta kejelasan dari dia (P). Tapi hingga kini tak ada jawaban. Kami tidak melaporkan, eh malah kami yang di laporkan. Kami tidak ingin permasalah hingga ke jalur hukum, karena bagaimanapun juga, dia (P) itu senior kami lah. Tapi kalau memang harus, ya tak apa. Kita juga akan melaporkan balik jika laporannya tidak di cabut,” timpal Teguh.
Kembali kata P, karena hebohnya permasalahan ketika itu, P sempat meradang, minta agar kantor koperasi yang pernah dipimpinnya segera di kosongkan. Tak mendapat respon dari pengurus koperasi yang sekarang di ketuai Teguh itu, P mengadukan permasalahan ke kantor Polisi.
“Begitulah kronologis ceritanya bang. Namun kalau teman-teman ingin duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan, tak apa, saya terima. Saya kan cabut laporan,” pungkasnya. Bersambung… (Yudi/R- 01)