“Pertanyaan saya kepada pak Menteri Sofyan Djalil dan Presiden Jokowi, Kalau si pembelinya belum lahir, Lalu cap jempol siapa yang tertera di Surat Jual Beli” John W Sijabat_
BEKASI – Post Keadilan Dukungan terhadap Program Sejuta Sertifikat Tanah untuk masyarakat Indonesia yang merupakan program andalan Presiden Jokowi dari para pembantunya dampaknya begitu besar khusunya dukungan dari Kementerian ATR/BPN RI yang dinahkodai oleh Dr. Sofyan Djalil S.H., M.A., M.ALD. Banyak keringanan yang diberikan oleh jajaran Kantor BPN kepada masyarakat dalam kepengurusan surat – surat tanah baik terkait kelengkapan berkas mau pun terkait fisik tanah yang di mohonkan untuk penerbitan sertifikat.
Salah satu tindakan nyata dalam mendukung Program Sejuta Sertifikat Tanah adalan Jokowi tersebut dapat dilihat dalam penerbitan SHM No. 22798/2019 Desa Mangunjaya oleh Kantor BPN Kabupaten Bekasi dimana proses Jual Beli nya dilakukan saat pemohon belum lahir dan data fisiknya (tanah_red) dalam status Sita Jaminan oleh Hakim PN Bekasi.
Namun meski proses Jual Beli yang dilakukan oleh orang yang belum lahir terkesan janggal, dimana proses Jual Beli sebagaimana tetulis dalam dokumen surat Jual Beli dilakukan pada tanggal 06 Juni 1960 sedangkan pembeli baru lahir ke dunia pada tanggal 12 April 1963, Pejabat Kantor BPN Kabupaten Bekasi mengklaim bahwa penerbitan SHM sudah sesuai prosedur dan lolos verifikasi data yuridis dan data fisik.
Penerbitan SHM menggunakan data Yuridis berupa surat Jual Beli yang dilakukan oleh orang yang belum lahir dan data fisik dalam status Sita Jaminan di Kantor BPN Kabupaten Bekasi mendapat tanggapan serius dari aktivis pengiat sosial dan kemasyarakatan salah satunya Ketua Umum Masyarakata Peduli Hukum dan Pemerintahan (MAPHP) John W Sijabat.
Dikutip dari lensaperistiwa.com Senin (22/3/2021) lalu John mengatakan bahwa se pengetahuan nya, hanya di era pemerintahan Jokowi saja pernah terjadi bahwa jual beli tanah yang dilakukan oleh orang yang belum lahir dianggap sah secara hukum dan dapat dijadikan sebagai dokumen yuridis dalam penerbitan SHM, terlebih lagi data fisiknya dalam status Sita Jaminan.
Padahal berdasarkan Hukum dan Peraturan perundang – undangan yang berlaku di NKRI ini, ada batasan usia bagi warga Negara Indonesia yang dapat melakukan perbuatan hukum dan kecakapan seseorang melakukan perbuatan hukum, termasuk di dalamnya cakap dalam melakukan perjanjian jual beli tanah, apalagi lahannya masih dalam status Sita Jaminan maka tidak dapat diterbitkan SHM karena masih berstatus sengketa dan dalam buku tanah nama pemiliknya masih dikosongkan.
“Bagaimana mungkin orang belum lahir dapat melakukan jual beli tanah, yang sudah lahir saja ada batasan usianya. Pertanyaan saya kepada pak Menteri Sofyan Djalil dan Presiden Jokowi, kalau sipembelinya belum lahir, lalu cap jempol siapa yang tertera di Surat Jual Beli yang diajukan ke Kantor BPN Kabupaten Bekasi untuk di proses dan di verifikasi tersebut. Lalu jika data fisiknya berstatus Sita Jaminan, bukankah dalam buku tanah nama yang berhak seharusnya dikosongkan hingga adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan dilakukan eksekusi penyerahan lahan kepada yang berhak,”??ujar John penuh tanya.
Tidak Profesional Atau Ada Unsur Kesengajaan
Menurut John, ada dua hal yang harus dikaji dalam penerbitan SHM menggunakan dokumen yuridis surat Jual Beli yang dilakukan oleh orang yang belum lahir tersebut, yakni ketidak profesionalan petugas Kantor BPN Kabupaten Bekasi, atau adanya unsur kesengajaan yang menjurus pada tidak pidana Kejahatan Jabatan oleh oknum ASN Kantor BPN Kabupaten Bekasi.
“Jika memang permasalahan tersebut terjadi akibat ketidak profesionalan petugas atau pejabat Kantor BPN Kab Bekasi dalam proses verifikasi data yuridis dan fisik yang diajukan pemohon SHM, mengapa pembatalan SHM tersebut tidak segera dilakukan oleh BPN Kab Bekasi, padahal permohonan pembatalan nya telah lama diajukan pasca proses eksekusi, juga telah dilaporkan ke Ombusman dan Menteri ATR/BPN serta Inpektorat Bidang Investigasi Kementerian ATR/BPN RI,” ?? tanya John.
Masih menurut John, mengingat objek fisik permasalahan merupakan objek fisik yang sama dengan SHM 81/68 atas nama Reih bin Tobor, dimana Majelis Hakim PN Bekasi dalam putusan nomor : 123/Pdt.G/2009/PN, Bks, tanggal 03 November 2009, menyatakan bahwa “Tergugat I, II, III, IV dan V melakukan perbuatan melawan Hukum terhadap tanah milik penggugat (objekfisik_red),” dan Kepala Kantor BPN Kab Bekasi menjadi tergugat III. “Maka penerbitan SHM No. 22798/2019 pada objek yang sama merupakan pengulangan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Kepala Kantor BPN Kab Bekasi yang menjurus kepada tindak pidana Kejahatan Jabatan,” tegas John.
Diterangkan John, kejahatan jabatan adalah kejahatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau pejabat dalam masa pekerjaannya serta kejahatan yang termasuk dalam salah satu perbuatan pidana yang tercantum dalam Bab XXVIII Buku Kedua KUHP.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Kejahatan jabatan diatur dalam :